LOVE WITHOUT LIE
by : Dwi Arianita Wulan Sari
at : http://dwiawulans.blogspot.com
“ Nicko
kecelakaan. Kabarnya dia akan kehilangan sebagian ingatannya.” Terang Niken
ketika Dira tiba di sekolah.
Entah reaksi apa yang
harus diberikan Dira terhadap berita yang didengarnya. Yang jelas ia sangat
bahagia. Ya, ia sangat senang mendengar kabar tersebut. Siapa sangka Nicko si
tukang jail sedunia yang tak pernah membiarkan hidup Dira tenang barang sedetikpun
akan mengalami musibah seperti itu. Namun, Dira tidak bisa meluapkan ekspresi
bahagianya di depan Niken karena Niken pasti akan menyebut dirinya jahat karena
tak bisa mengerti penderitaan teman. Tapi, Nicko kan bukan temannya. ia adalah
musuh terbesar Dira di dunia ini.
“ Aku tahu kamu benci Nicko. Tapi please, ntar pulang sekolah
kamu juga ikut jenguk dia ya. Bagaimanapun juga, dia kan teman sekelas kita.”
Kata Niken lagi karena tak mendapat respon dari Dira. Teman? Sekali lagi Dira
memikirkan tentang apa arti kata itu. apakah teman itu adalah seseorang yang
akan terus mengganggu ketentraman hidupnya? Apakah teman itu adalah seseorang
yang akan memulai pertengkaran terus setiap kita bertemu dengannya? Kalau iya,
maka benar kalau Nicko adalah temannya. Namun, karena tidak mau mengecewakan
Niken dan yang lainnya, Dira pun mengangguk walaupun ia tidak ikhlas dengan
keputusannya.
***
“ Kamu yang namanya Dira?”
Dira terkejut ketika mendengar ada yang memanggilnya. Saat
itu, ia dan teman sekelasnya sedang berada di rumah sakit untuk menjenguk Nicko
yang ternyata sudah sadar. Namun, untuk bertemu dengannya mereka harus
bergantian. Karena Nicko masih membutuhkan ketenangan untuk kesembuhannya.
Ternyata itu adalah mamanya Nicko. Dilihatnya mata perempuan
cantik yang wajahnya mirip dengan Nicko itu sembab, tanda bahwa ia selesai
menangis. Tapi, untuk apa ia memanggilnya? Dira pun penasaran juga.
“ Benar
Tante. Ada apa ya?” tanya nya.
“ Bisa
bicara sebentar?” tanya mamanya Nicko lagi. Dira pun mengangguk lalu segera mengikuti
mamanya Nicko tersebut ke tempat yang lebih sepi untuk menjaga privasi mereka.
“
Perkenalkan, saya Tante Fia, mamanya Nicko.” Dira tersenyum sambil menjabat
tangan Tante Fia. Ia rasa ia sudah tidak perlu memperkenalakan diri lagi karena
Tante Fia sudah tahu namanya.
“ Kamu pasti
sudah tahu perihal musibah yang dialami Nicko.” Kata Tante Fia dengan suara
bergetar karena menahan tangis. Dira pun mau tak mau merasa iba juga. Ternyata,
cowok berandalan yang kerjaanya mengusili temannya itu mempunyai seorang ibu
yang lembut dan penyayang. Hal ini berbeda 180° dari sifat Nicko di sekolah.
“ Dokter
bilang, Nicko akan kehilangan sebagian ingatannya.” Lanjut Tante Fia.
“ Begitulah
yang saya dengar dari teman-teman Tante.” Kata Dira.
“ perihal
Tante memanggil kamu ke sini, karena tante ingin menunjukkanmu ini.” Kata Tante
Fia lagi sambil mengelurkan sesuatu dari tasnya. Ternyata itu adalah sebuah
buku note berukurn sedang, yang biasa untuk menulis sebuah catatan. Tapi untuk
apa? Tidak mungkin Tante Fia akan menunjukkan isi diarynya pada Dira kan?
“ Kemarin,
setelah Tante mendengar kabar dari dokter mengenai hilangnya sebagian memori
Nicko, Tante langsung pulang ke rumah untuk membawa barang-barang penting yang
sekiranya bisa membantu Nicko untuk segera mendapatkan ingatnnya kembali. Dan
Tante menemukan buku ini di dalam kamarnya.” Kata Tante Fia, kemudian ia
menyerahkan notes itu pada Dira.
Dira sangat terkejut karena notes
itu penuh dengan tulisan... namanya! Ya ampun, sebegitu bencikah Nicko padanya
sampai harus memenuhi bukunya dengan penuh tulisan namanya? Pikir Dira. Ia
membayangkan ekspresi marah Nicko saat ia menuliskan nama Dira dalam notes itu.
“ Dari buku
itu, Tante yakin kalau kamu adalah teman yang berarti bagi Nicko. Jadi, kalau
boleh Tante minta tolong, tolong bantulah Nicko agar ingatannya bisa segera
kembali.”
Apa lagi ini? Belum selesai Dira terkejut dengan apa yang
dibacanya, sekarang Tante malah salah sangka padanya. Kalau bukan karena Tante
sedang mengalami musibah yang menimpa anaknya, pasti Dira akn langsung
menjelaskan kalau beliau salah paham mengenai hubungannya dengan Nicko. Ia dan
Nicko bisa dibilang bagaikan kucing dan anjing jika mereka bertemu, tapi hanya
gara-gara notes ini, Tante Fia malah salah paham.
Namun, melihat ekspresi Tante Fia
yang pasti sangat mengharapkan bantuannya, Dira menjadi tidak kuasa untuk
menjelaskan semuanya. Maka, sekali lagi walaupun ia tidak ikhlas, iapun
mengangguk. Bagaimana bisa ia mengembalikan ingatan Nicko, kalau sebenarnya ia
mengharapkan ingatan Nicko tidak akan pernah kembali?
“ Terima
kasih. Tante tahu kalau kamu adalah anak yang baik.” Kata Tante Fia sambil
menggenggam tangan Dira dengan mata berkaca-kaca. Dirapun memaksakan senyum
sambil mengucapkan kalau ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu
Nicko. Hanya basa-basi tentunya.
***
“ Niken,
kamu pindah ke belakang ya.” Teriak Pak Heri. Pagi itu, untuk pertama kalinya
setelah mengalami kecelakaan Nicko masuk sekolah lagi, dan Pak Heri langsung
menempatkannya duduk bersama Dira! Dira yakin kalau Tante Fia pasti ada di
balik semua ini.
“ Nicko,
kamu duduk sama Dira ya.” Kata Pak Heri pada Nicko yang berdiri di sebelahnya.
Nickopun segera menuju ke bangkunya. Karena tidak setuju dengan keputusan ini,
tapi Dira juga tidak berani membantah, maka ia pun hanya diam dengan
berpura-pura membaca buku. Ia merasa Nicko melihatnya, namun ia hanya
mengacuhkan cowok itu.
Pagi itu, karena ada rapat di ruang
guru, maka Pak Heri hanya memberikan tugas di kelas Dira. Tidak seperti
biasanya Dira akan bersyukur atas kesempatan emas ini. Namun, kali ini ia hanya
terpekur, dengan mengutuk dirinya sendiri atas nasib sial yang dialaminya.
Bagaimana tidak, dengan ketidakhadiran Pak Heri, tentu saja Nicko bisa bebas
melakukan apapun.
“ Kamu Dira
kan?” tuh kan, pikir Dira.
“ Hmm.”
Jawab Dira ogah-ogahan.
“ Kata mama,
kamu adalah temen dekat aku kalau di sekolah.” Kata Nicko. ‘ya, kita dekat.
Dekat dalam hal bertengkar.’ Pikir Dira. Namun, tentu saja ia tak
mengutarakannya.
“ Hmm.”
Jawab Dira sebagi gantinya. Ia sama sekali tidak memandang wajah Nicko.
“ Mama juga
bilang kalau kamu bersedia membantuku untuk mengembalikan ingatanku.” Kata
Nicko lagi.
“ Hmm.”
Jawaban yang sama dari Dira dan dengan ekspresi yang sama pula. Terjadi jeda
cukup lama. Dira bersyukur karena ia pikir Nicko sudah menyerah untuk
bertanya-tanya padanya. Tapi kemudian,
“ Apa kamu
selau begini?” Tanya Nicko. Dira hampir saja menjawab dengan jawaban yang sama
kalau saja ia tidak mencerna maksut pertanyaan Nicko. Ia pun terkesiap dengan
maksut pertanyaan ini. Maka, kali ini ia menoleh pada cowok yang duduk sebangku
dengannya itu. sebenarnya kalau diperhatikan, wajah Nicko saat polos begini
lucu jugga. Tidak seperti biasa yang selalu memberikan cengiran tidak jelas
pada Dira.
“ Apa maksut
kamu?” tanya Dira ketus. Nicko sedikit bingung memberikan jawabannya karena
tidak menduga bahwa Dira akan memberikan respon seperti itu.
“ Ya...
selalu memberikan jawaban singkat untuk merespon seseorang.” Jawab Nicko pada
akhirnya. ‘Jutek’. Sebenarnya itulah yang ingin dikatakannya. Namun ia urungkan
karena takut menyakiti perasaan Dira.
Dira memikirkan jawaban Nicko
sejenak. ‘ Ya, kalau sama kamu.’ Katanya. Tapi tentu saja itu hanya berada di
pikirannya saja.
“ Enggak.
aku selalu biasa aja.” Jawab Dira.
“ Tapi,
kenapa...”
“ Kamu gak
tahu kalau kita sedang diberi tugas?” jawab Dira dengan sebuah pertanyaan
bahkan sebelum Nicko selesai menyelesaikan pertanyaannya. Kemudian ia kembali
mengacuhkan Nicko lagi dengan alasan untuk mengerjakan tugasnya. Namun, selama
pelajaran itu berlangsung, Dira merasa bahwa sedari tadi Nicko banyak melirik
padanya. Karena tidak nyaman diperlakukan begitu, maka iapun kembali bertanya
pada Nicko.
“ Kamu gak
ngerjain?”
“ Aku rasa
kamu sudah tahu apa masalahku. Iya kan? Aku lupa apa maksut semua soal-soal
ini. Bahkan bacaan dari bab ini pun sepertinya aku baru kenal.” Jawab Nicko
dengan tampang polosnya. Membuat Dira ingin tertawa sebenarnya, tapi ia hanya
menggelengkan kepalanya.
Akhirnya, sepanjang pelajaran itu
mau tak mau Dira harus sedikit-sedikit mengajari Nicko untuk mengerjakan
soal-soal tersebut. Nicko memang menyebalkan, tapi dalam hal pelajaran menurut
Dira sama sekali tidak fair jika ia harus membiarkan Nicko kesulitan menghadapi
masalah ini sendiri. Untunglah Nicko adalah golongan murid yang cepat menangkap
sesuatu yang diajarkan padanya. Jadi, Dira tidak terlalu merasa bekerja keras
untuk mengajarinya.
***
“ Kamu gak
ke kantin?” tanya Nicko di jam istirahat pada Dira.
“ Gak.
Males.” Jawab Dira masih dengan keketusannya.
“ Kamu
sendiri?” tanya Dira lagi, karena merasa terlalu berlebihan dalam bersikap pada
Nicko.
“ Hmm,
entahlah. Selain kamu aku merasa tidak kenal siapapun disini. Arah ke kantin
aja aku juga gak ingat.” Jawab Nicko tampak sedih. Sedikit perasaan di hati
Dira tergerak, namun ia langsung mengenyahkannya.
“ Jadi,
sebenarnya kamu ingin ke kantin gak?” Tanya Dira dengan nada kesal.
“ Hmm,
pingin sih.” Jawab Nicko malu-malu.
Dira
menghela nafas panjang.
“ Ikut aku.”
Katanya singkat lalu segera beranjak dari bangkunya. Dengan semangat Nicko
mengikuti Dira.
***
“
Sebenarnya, sebatas apa memori kamu yang masih kamu ingat?” tanya Dira iseng.
“ Entahlah,
yang jelas aku masih ingat sebagian memoriku saat SMP. Kalau memori saat
SMA,... aku tidak yakin. Seakan-akan semuanya hanya sepotong film yang
berkelebat di pikiranku aja.” Jawab Nicko sebelum melahap baksonya.
Tiba-tiba munculah sebuah ide dari
pikiran Dira. Selama ini ia selalu percaya kalau Tuhan pasti akan memberikan
semua yang terbaik untuknya. Dan sekarang, barulah Dira sadar kalau permintaan
Tante Fia padanya pasti adalah salah satu jalan yang diberi Tuhan untuk
memberikan hidup yang terbaik baginya. Kenapa tidak terfikrkan sejak dari dulu?
Dira tersenyum penuh kepuasan atas kecemerlangan idenya.
“ Hmm, jadi
kamu juga gak ingat kehidupan kamu di SMA ini?” tanya nya untuk memancing
Nicko. Nickopun menggeleng dengan sedih.
“ Kamu mau
aku ceritain?” tanya Dira lagi dengan tersenyum berharap Nicko akan masuk ke
dalam perangkapnya.
Mendengar tawaran Dira, tentu saja
Nicko mau. Sebenarnya sudah sejak tadi pagi ia ingin meminta Dira menceritakan
sekelumit kisah hidupnya sebelum kecelakaan. Tapi ia urungkan karena melihat
sikap Dira yang sepertinya membencinya. Bahkan, ia sempat curiga mengenai kebenaran
bahwa sebenarnya Dira itu adalah teman dekatnya karena ia sama sekali tak
melihat sorot persahabatan dari mata Dira. Tapi siang ini? Bagaimana mungkin
Dira bisa berubah begitu saja? Namun, Nicko tak mau memikirkannya lebih lanjut
karena tak ingin melewatkan kesempatan emas ini.
“ Tentu saja
mau.” Jawab Nicko dengan penuh semangat. Mendadak senyum lebar mengembang dari
mulutnya. Begitu pula dengan Dira. Ia sangat senang karena Nicko berhasil masuk
ke dalam perangkapnya.
Sebenarnya, inilah rencana Dira. Ia
bermaksut memanfaatkan peluang hilangnya sebagian ingatan Nicko dengan
mengganti cerita kehidupan Nicko dengan cerita rekaannya sendiri. Kalau ia
jujur menceritakan cerita yang sebenarnya, tentu saja Nicko akan tahu bahwa aktivitas
sehari-harinya adalah mengganggu hidup Dira, dn jika Nicko tahu hal ini, pasti
ia akan berbuat yang sama lagi padanya. Oleh karena itulah, ia akan mengarang
kehidupan Nicko sesuai keinginannya.
“ Apa yang
ingin kamu tahu?” tanya Dira sama semangatnya dengan Nicko.
“ Semuanya.
Hm,,tapi pertama-tama ceritakan siapa saja teman dekat aku selain kamu. Mama
bilang, aku sama sekali gak pernah bawa temen main ke rumah. Jadi,beliau gak
tahu siapa-siapa saja teman dekat aku selain kamu.” Jawab Nicko.
“ Mama kamu
bener. Sebenarnya, kamu memang gak punya temen selain aku.” Kata Dira. Dalam
hati ia tertawa geli karena kebohongnnya. Dilihatnya ekspresi terkejut dari
Nicko yang ia tangkap.
“ Bagaimana
bisa?” tanya Nicko terkejut karena jawaban Dira. Ia sama sekali tidak menyangka
kalau ternyata di SMA ini ia tak pandai bergaul. Padahal, seingatnya saat SMP
dulu semua anak ingin sekali berteman dengannya.
“ Yah,
jujur... sebenarnya kamu itu sedikit nyebelin sih. Mungkin karena itu kamu jadi
gak punya temen.” Jawab Dira dengan entengnya.
“ Aku rasa
semua orang pasti punya sisi nyebelin dari diri mereka masing-masing. Aku masih
gak peracya kalau hanya gara-gara masalah itu, mereka gak mau temenan sama
aku.” Kata Nicko. Dira cepat-cepat memutar otaknya untuk menemukan alasan baru.
“ Yah, coba
kamu pikir aja sendiri. Gimana perasaan kamu kalau ada anak yang setiap hari
ngejailin kamu, ngusilin kamu, dan selalu buat kamu marah setiap kalian
bertemu. Apa kamu mau temenan sama anak macam kayak gitu?” jawab Dira pada
akhirnya, karena tidak menemukan alasan
lain, maka ia menggunakan kisahnya sendiri sebagai alasannya.
Tampak Nicko sedang berpikir keras.
Lebih tepatnya ia memikirkan apakah dulunya ia memang sekejam itu. kalau iya,
berarti dia memang benar-benar orang yang jahat. Tentu saja, ia sendiri tidak
akan mau berteman dengan orang macam itu. syukur-syukur Dira masih mau berteman
dengannya. Tunggu, lalu kenapa Dira mau berteman dengannya kalau ia memang
sejahat itu?
“Tunggu,
kalau aku memang sejahat itu, kenapa kamu masih mau berteman dengan ku?” tanya
Nicko akhirnya mengutarakan pikirannya.
Dira buru-buru mencari alasan lagi.
Tidak disangkanya kalau Nicko akan mempertanyakan hal ini.
“
Karena,...” kata Dira masih berusaha mencari alasan. Sial, di saat seperti ini
otaknya serasa tidak mau berfungsi. Tampak Nicko masih menunggu jawabannya.
“ Karena
kamu tidak berani mengganggu ku.” Jawab Dira akhirnya. Dalam hati ia mengutuki
dirinya sendiri karena menghasilkan jawaban bodoh macam itu. benar-benar
jawaban yang tidak logis. Tampak Nicko mengerutkan keningnya, tanda bahwa ia
masih belum percaya begitu saja. Tentu
saja, bagaimana mungkin dia bisa percaya dengan alasan bodoh seperti itu.
pikir Dira dalam hati.
“ Aku, tidak
berani mengganggumu? Bagaimana bisa, kamu tadi bilang kalau aku ini anak yang
super jail, yang kerjaannya selalu menjaili semua orang.” Kata Nicko dengan
menitikkan kata “ semua orang “.
“ jadi,
bagaimana bisa aku tidak berani mengganggu mu?” lanjutnya. Dira memutar bola
matanya, berusaha mencari inspirasi untuk ceritanya.
“ Yah,
sebenarnya kamu dulu pernah menjaili aku juga sih.” Jawab Dira menerawang untuk
kesempurnaan cerita rekaannya.
“ Lalu?”
tanya Nicko masih sangat penasaran.
“ Tapi,
kejailan kamu gak mempan buat aku. Karena jujur saja, aku beda dengan anak-anak
yang lain. Kalau mereka bisa dengan mudah saja kamu kerjain. Tapi, setiap kali
kamu mau ngerjain aku, aku selalu saja bisa menghindar. Akhirnya, kamu menyerah
dan memohon padaku untuk memberitahukan rahasia kenapa aku selalu saja bisa
menghindari keusilan kamu. Sejak itulah, kita berteman baik. “ jawab Dira dengan
polosnya. Sengaja ia tampakkan kalau ia sedikit hebat agar Nicko tidak
menganggap remeh dirinya.
“ Jadi
begitu.” Jawab Nicko sambil menganggukkan kepalanya. Dira pun puas karena
sepertinya Nicko sudah mulai percaya dengan kata-katanya.
“ Memangnya,
apa kunci kamu sampai selalu bisa menghindari keusilan aku?”
Dira terhenyak. Pertanyaan seperti
ini sama sekali tidak ia antisipasi sebelumnya.
“ Acara TV.”
Jawabnya pada akhirnya. Ia benar-benar tidak bisa menemukan alasan yang lebih
baik lagi. Saat dilihatnya acara TV yang ditayangkan di kantin saat itu, alasan
tersebut muncul begitu saja tanpa ia proses terlebih dahulu.
“ Acara TV?”
Tanya Nicko tampak kembali meragukan kebenaran cerita Dira.
“ Ya, aku
adalah penggemar berat acara TV yang menayangkan bagaimana orang-orang menjaili
teman, atau kekuarga mereka. Dari situlah aku belajar bagaimana caranya agar
aku tidak ikut termakan jebakan kamu. Sayang, acara tersebut sekarang sudah
tidak ditayangkan lagi.” Jawab Dira berusaha memberikan wajah sedihnya. Padahal,
acara tersebut ada di TV pun sebenarnya ia juga tidak tahu.
Dilihatnya Nicko kembali
menganggukkan kepalanya.
“ Hmm, jadi
sebaiknya aku segera meminta maaf kepada mereka.” Kata Nicko sambil memandang
murid-murid yang ia rasa dari tadi memperhatikan dirinya dan juga Dira.
“ Jangan!”
seru Dira seketika. Jika Nicko menemui murid lain, tentu saja rencananya akan
berantakan. Percuma saja ia mengarang semua cerita tadi kalau hanya akan
bertahan selama beberapa menit saja.
“ Kenapa?
Kalau aku berbuat kesalahan, bukankah sebaiknya aku segera meminta maaf?
Lagipula, peluang mereka memaafkanku pasti besar, mengingat keadaanku sekarang,
mereka pasti punya sedikit rasa iba kan?” tanya Nicko yang tidak mengerti jalan
pikiran Dira.
“ Kamu tidak
mengerti. Mungkin kamu mengira mereka memperhatikan kita karena mereka punya
sedikit rasa kasihan sama kamu.” Kata Dira. Dari tadi ia memang menyadari kalau
banyak pasang mata yang memperhatikan dirinya dan Nicko. Namun, ia sadar betul,
bahwa arti tatapan mereka sesungguhnya adalah karena mereka heran kalau ia dan
Nicko bisa rukun, bahkan mengobrol akrab.
“ Tapi,
mereka sama sekali tidak punya perasaan itu, Nicko. Apa kamu tidak mengerti?
Mereka menatap kamu dengan tatapan mensyukuri. Coba deh pikir, buat apa mereka
memperhatikan kita kalau mereka hanya merasa kasihan ke kamu?” jawab Dira
lancar di tengah kegugupan karena rencananya bisa gagal begitu saja.
Nicko melirik sekilas ke sekitarnya
setelah mendengar jawaban Dira. Dalam hati ia mulai benar-benar percaya dengan
semua yang dikatakan Dira. Bagaimana mungkin mereka memaafkan dirinya begitu
saja setelah apa yang dia perbuat? Dan bagaimana mungkin dia bisa berpikir
kalau mereka akan kasihan kepadanya setelah musibah yang ia alami? Tentu saja
mereka akan mensyukurinya. Bodoh sekali
aku ini. Kata Nicko dalam hati.
“ Kamu
bener, Dir. Makasih ya kamu udah mau jadi temen aku.” Kata Nicko pelan. Setelah
itu ia menjadi tidak nafsu makan.
Dalam hati Dira bersorak gembira. Ia
sangat senang bisa melihat wajah musuhnya yang sedang tertekuk itu. apalagi,
dirinyalah yang membuat ekspresi wajahnya seperti itu. ditambah lagi,
rencananya pasti akan berhasil. Karena Nicko sudah percaya sepenuhnya
kepadanya, otomatis ia bisa membentuk karakter Nicko seperti yang
diinginkannya.
“ Sama-sama,
Ko.” Jawab Dira sambil tersenyum. Bukan senyum tulus sebenarnya, tapi senyum
kebanggaan karena keberhasilannya.
***
“ Aku lihat,
kamu jadi akrab sama Nicko.” Kata Niken saat ia dan Dira pulang sekolah
bersama.
Yah, kalau bukan karena Tante Fia,
aku juga gak mau kali akrab sama dia. Pikir Dira. Tapi kemudian ia sadar kalau Niken dan
teman-teman sekelasnya bisa menjadi ancaman untuk keberhasilan rencananya.
Kalau tiba-tiba mereka menceritakan kejadian yang sesungguhnya kepada Nicko,
tentu saja rencananya bisa berantakan.
“ Niken, aku
bisa minta tolong gak?” tanya Dira sambil memasang wajah memelas.
“ Minata
tolong apa?” tanya Niken.
“ Kamu
bener. Lama kelamaan aku memang merasa bosan dengan permusuhanku sama Nicko.
Dan aku, ingin memperbaiki hubungan pertemanan kami. Oleh karena itu, kalau
kamu bersedia, tolong biarkan aku menyelesaikan masalah kami berdua ini dulu.
Jangan sampai temen-temen yang lain merecoki, sehingga hubungan kami akan tetap
sama seperti dulu. Tentunya, kamu ingin aku dan dia berbaikan kan?” kata Dira
berusaha berkata halus.
Tampak Niken menatapnya. Ia sangat
mengerti apa yang Dira inginkan. Ia tdak ingin dirinya atau teman-teman
sekelasnya yang lain dekat-dekat dengan Dira dan Nicko sebelum mereka berdua
berhasil berbaikan. Kira-kira, itulah maksut Dira sesungguhnya.
“ Tentu saja
aku bersedia. Gak ada berita yang lebih membahagiakan selain mendengar berita
kalau kalian bisa berbaikan. Aku akan bilang ke temen-temen yang lain. Tenang
saja.” Jawab Niken tulus.
Dalam hati Dira merasa bersalah
karena telah membohongi sahabatnya. Tapi, mau bagaimana lagi, semua tujuan
besar membutuhkan pengorbanan bukan?
***
“ halo!”
sapa Dira sore harinya dengan orang yang meneleponnya.
Sore itu, ia sedang mengerjakan PR
nya yang jumlahnya selalu saja menggunung. Dan tiba-tiba, ada telfon masuk ke
ponselnya. Entah siapa, karena ia sama sekali tidak mengenal nomor yang tertera
di ayar ponselnya.
“ Ini Dira?”
tanya suara yang berada di seberang. Cowok?
Batin Dira. Namun ia masih belum tahu ia siapa.
“ Ini siapa
ya?” tanyanya.
“ Ini
Nicko.” Ah, seharusnya aku sudah bisa
menebak. Siapa yang selalu menggangguku selain dia. Pikir Dira dalam hati.
Tanpa sadar, ia menjadi terbengong sendiri.
“ Hallo,
Dir? Kamu masih di sana?” tanya Nicko dari seberang.
“ Hmm.” Jawab
Dira ogah-ogahan.
“ Dari mana
kamu tahu nomor ponsel ku?” tanya Dira penasaran karena ia dulu sama sekali
tidak pernah punya kontak dengan Nicko. Dan tentu saja Nicko sama sekali tidak
punya teman untuk ia tanyai.
“ Aku
menemukan nama kamu di kontak ponsel ku. Lagian, masak aku gak punya nomer
ponselnya temen aku sendiri sih?” Jawab Nicko.
Dira pun heran, bagaiman bisa Nicko
dulu menyimpan nomor ponsel musuhnya? Namun, Dira tidak terlalu mempermaslahkan
hal ini lebih lanjut karena hal itu berhasil menyelamatkan kebohongan yang ia
ciptakan.
“ Ngapain
kamu nelfon aku?” tanya Dira to the point karena malas bicara dengan musuhnya
itu.
“ Begini,
kalau boleh aku mau minta pertolongan kamu lagi. Karena kamu teman satu-satunya
yang aku punya, jadi hanya kamu yang bisa aku mintai pertolongan.” Kata Nicko
terdengar putus asa. Dira tersenyum mendengarnya.
“ Minta
tolong apa?” tanya Dira.
“ Begini
Dir. Karena amnesiaku ini, aku jadi tidak bisa mengingat pelajaran-pelajaran
yang diajarkan di sekolah sebelum aku kecelakaan. Mama masih mencarikan guru
prifat untukku, tapi sampai sekarang, beliau belum dapat. Jadi, kalau kamu
tidak keberatan, kamu bisa gak mengajariku pelajaran-pelajaran yang tidak aku
ingat itu?” tanya Nicko.
Konflik batin sedang bergumul di
dalam hati Dira. Sebagai musuh Nicko dari dulu ia sangat mengharapkan Nicko
bisa hancur sehancur-hancurnya. Tapi, sebagai pelajar, ia juga tidak ingin ada
sesama generasi bangsa yang menderita karena ingatan akan ilmunya hilang
seperti ia kehilangan memorinya. Setelah terdiam cukup lama, Dira tidak
memberikan jawaban, akhirnya Nicko memberanikan diri untuk bertanya.
“ Bagaimana
Dir? Mau ya? Pleaseee...” katanya memohon. Dira pun menghela nafas panjang
sebelum memberikan jawabannya.
“ Baiklah,
tapi sampai kamu menemukan guru prifat ya.” Katanya tak berdaya.
“ Oke. Kalau
sekarang aku ke rumahmu, bisa gak?” tanya Nicko dengan nada bahagia.
“ Memangnya
kamu sudah boleh pergi keluar?” Tanya Dira yang heran karena setelah mengalami
kecelakaan tampaknya Nicko masih saja bebas seperti tidak pernah mengalami
musibah apa-apa.
“ Boleh,
asalkan dianter pak sopir. Oh ya, rumah kamu di mana?” tanya Nicko.
Akhirnya, setelah memberitahu alamat
rumahnya, Nicko menutup telfonnya agar bisa bersiap-siap untuk segera berangkat
ke rumah Dira.
***
Ketika Nicko datang, Dira sudah
menunggu di teras belakang rumahnya dengan setumpuk buku di atas meja. Namun,
bukan belajar yang dia sedang kerjakan. Melainkan sedang membaca majalah.
“ Makasih.”
Ucap Nicko kepada mama Dira yang baru saja mengantarnya ke teras belakang untuk
menemui Dira. Namun, Dira tidak terlalu mengacuhkannya. Ia masih saja membaca
majalahnya walaupun Nicko sudah duduk di hadapannya.
“ Apa yang
kamu baca?” tanya Nicko yang merasa Dira lebih tertarik dengan majalah yang
dibacanya daripada kedatangannya.
“ Band The
Most-Q yang katanya mau ngadain konser di Jakarta.” jawab Dira. The most-Q
adalah band faforit Dira sejak awal debut mereka. Ketika pertama kali
melihatnya, Dira sudah langsung jatuh cinta dengan semua personilnya. Ketika
membicarakan The Most-Q, ia seakan lupa segalanya, bahkan lupa kalau
musuhnyalah yang berbicara padanya.
“ The
Most-Q? Band asal Amerika itu? kapan? Itukan band faforit aku.” Seru Nicko
setelah mendengar jawaban Dira dengan nada yang tak bisa menyembunyikan rasa
senangnya.
“ Benarkah?”
tanya Dira yang sangat terkejut. Setelah Nicko datang, ia baru mengalihkan
perhatiannya dari majalah itu ketika ia mendengar berita ini. Walaupun sudah
memulai debut sejak Dira masih SMP dulu, ia masih belum menemukan teman yang
juga mengidolakan Band ini. Karena band ini beraliran pop-rock yang sama sekali
bukan aliran kesukaan para cewek. Baru kali inilah ia menemukan sesama
pengidola The Most-Q, dan tertanya dia adalah musuhnya. Namun, untuk masalah
band favoritnya ini, ia sama sekali tidak pandang bulu. Walaupun itu adalah
musuh terbesarnya, ia sama sekali tidak masalah.
“ Iya. Aku
masih ingat kalau tentang mereka. Mereka adalah Band favoritku sejak SMP dulu.”
Kata Nicko yang masih tersenyum lebar. Sebagian karena mendengar kabar baik
tentang Band favoritnya yang akan mengadakan konser, sebagian lagi karena Dira
yang sudah meresponnya.
“ Jadi kapan
konsernya?” tanyanya lagi ketika Dira masih belum memberikan tanggapan.
“ Hmm, masih
belum tahu. Ini kan masih rencana.” Jawab Dira yang masih setengah percaya gak
percaya karena telah menemukan teman sesama pengidola The most-Q.
“ Kamu
beneran ngefans sama The most-Q?” tanyanya lagi untuk meyakinkan kalau ia tidak
salah dengar.
“ Iya. Kamu
mau aku jawab sampai berapa kali?” jawab Nicko sambil mengangguk antusias.
“ Wah, aku
sama sekali tidak menyangka bisa menemukan sesama idola The Most-Q. Sejak SMP
aku melihat debut mereka, aku sama sekali tidak mengenal siapapun yang
mengidolakan mereka juga. Padahal mereka keren banget.” Kata Dira yang merasa
sangat bahagia. Serasa telah menemukan penyelamat setelah terdampar di pulau
tak berpenghuni sendirian.
“ Jadi kamu
ngefans sama The Most-Q juga?” tanya Nicko. Dari tadi ia pikir kalau Dira hanya
kebetulan membaca artikel tentang band itu di majalah.
“ Iyalah.
Kamu pikir kenapa dari tadi aku serius sama majalah ini?” jawab Dira dengan
sebuah pertanyaan juga.
“ Yah, aku
jarang menemukan cewek yang juga mengidolakan mereka.” Jawab Nicko.
“ kamu
bener. Tapi itu karena mereka gak tahu aja kalau the most-Q itu keren banget.”
Kata Dira.
“ Setuju!”
seru Nicko sambil tertawa. Dirapun ikut tertawa.
“ Eh, kalau
mereka konser, kita harus nonton bareng nih.” Celetuk Nicko tiba-tiba. Dirapun
langsung terdiam. Bukan apa-apa, tapi Nicko kan musuhnya. Masak ia mau pergi ke
konser bareng musuh besarnya?
“ Gimana?
Aku rasa orang tua aku akan allow aja kalau mau nonton konser gitu aja.” Kata
Nicko lagi ketika Dira yang masih belum memberikan jawaban.
“ Hmm,
gimana ya.” Kata Dira masih bingung. Di lain pihak ia sangat ingin melihat
konser itu, tapi tentu saja orang yang bisa pergi bersamanya hanya Nicko saja.
Namun, di lain pihak lagi, ia tidak bisa membayangkan pergi ke konser bareng
musuhnya. Gak pernah terbayang di pikirannya sama sekali.
“ Ayolah
Dir, The Most-Q kan jarang banget ngadain konser di Indonesia. Masak konser perdana
mereka di Indonesia gini mau kamu lewatin gitu aja.” Bujuk Nicko dengan tampang
polosnya.
Tentu saja enggak. tapi, kenapa harus
pergi sama kamu? Pikir
Dira.
“ Mau ya,
selain kamu kan aku udah gak punya temen nonton lagi. Yang ngefans sama The
most-Q lagi selain kamu juga aku gak tahu.” Kata Nicko lagi masih belum putus
asa.
Akhirnya, Dira mengangguk. Demi The
Most-Q, akan ia kesampingkan sebutan musuh itu untuk satu malam saja.
“ Beneran?
Yei!” seru Nicko yang tidak bisa menyembunyikan perasaan gembiranya.
Maka, sore itu mereka menghabiskan
waktu bukan hanya dengan belajar. Malah, sebagian waktu mereka, mereka habiskan
dengan membahas The Most-Q. Barulah ketika hari sudah mulai gelap Nicko
beranjak pulang dengan tanpa hasil belajar yang membantu. Namun ia merasa
senang karena teman yang ia anggap teman dekatnya ternyata juga mengidolakan
band favoritnya. Ditambah lagi, kenyataan itu diperolehnya setelah ia mengalami
hilang ingatan. Entah kenapa, ia menjadi sangat senang.
***
“ Aku sudah
tahu kapan The Most-Q konser!” seru Nicko ketika Dira baru saja menginjakkan
kakinya di kelas. Seperti sebelum-sebelumnya, ia selalu lupa status Nicko di
matanya kalau membahas masalah The Most-Q. Begitu pula dengan pagi ini. Ia
langsung tersenyum sumringah ketika mendengar berita yang sangat dinantikannya
sejak ia membaca artikel mengenai konser itu pertama kali di majalah.
“ Oh ya?
Kapan?” Tanyanya langsung tanpa menunggu duduk di bangkunya.
“ kira-kira
sebulan lagi. Sabtu,17 November.” Jawab Nicko tampak bangga karena telah
memberitahukan kabar tersebut.
Akhirnya, hari itu dimana ada waktu
untuk mengobrol, mereka selalu membicarakan konser tersebut. Mereka tidak
menyadari semua mata yang memandang ke arah mereka dengan berbagai arti.
***
Sore itu, seperti ada peraturan tak
tertulis yang harus ditaati, Nicko kembali belajar di rumah Dira. Walaupun ia
sudah punya guru prifat, tapi setiap ada waktu ia selalu berkunjung ke sana.
Entah itu benar-benar untuk belajar, ataupun mengobrol hal-hal lain.
Namun, walaupun begitu, Dira sama
sekali tidak merasa keberatan. Tidak seperti pertama kali ia bersedia menjadi
teman Nicko. Lama kelamaan ia merasa connect saat ngobrol dengan cowok itu.
hal-hal yang teman-temannya tidak mengerti, Nicko selalu mengerti, sehingga
apapun yang Dira katakan, Nicko selalu bisa mengimbangi arah pembicaraan
mereka.
Tanpa Dira sadari, ketika ia
membutuhkan teman berbagi cerita, ia selalu menghubungi Nicko terlebih dahulu.
Ketika ia merasa senang ataupun sedih, Nicko lah yang selalu menjadi pendengar
setia ceritanya. Tidak seperti temannya yang lain, Nicko selalu ada ketika ia
membutuhkannya. Ia memang tidak lupa apa status Nicko sebenarnya bagi dirinya,
tapi setiap bersama cowok itu, status tersebut menjadi seakan-akan tidak
penting lagi.
***
Malam
sebelum konser The Most-Q... .
“ Dir, gak
kerasa konsernya besok lho. Gimana perasaan kamu?” tanya Nicko lewat telfon.
“ deg-degan.
Padahal Cuma liat konser aja ya. Yang tampil juga bukan aku. Tapi, gugup
banget.” Jawab Dira sambil sesekali tersenyum. Ia mendengar di seberang Nicko
tertawa kecil. Hal itu membuat Dira tersenyum semakin lebar. Dan entah kenapa, jantungnya
menjadi deg-degan beneran.
“ Sama. Aku
juga.” Kata Nicko.
“ Hmm,
biasanya kalau mau menghadiri hal penting kayak gini, cewek selalu
mempersiapkan pakaian apa yang mau dipakai. Iya kan?” tanya Nicko lagi. Dira
menoleh ke arah pakaiannya yang berserakan di atas ranjangnya dan terkejut
karena Nicko bisa tahu tentang apa yang sedang dilakukannya sebelum Nicko
menelefonnya.
“ Kamu
memata-matai aku ya? Bagaimana kamu bisa tahu?” tanya Dira penasaran.
Didengarnya Nicko tertawa.
“ tebakan
aku bener kan?” jawab Nicko dengan pertanyaan. Dira langsung cemberut ketika
mendengarnya karena malu tentang apa yang sedang ia kerjakan diketahui oleh
orang lain.
“ Sudah ah,
aku mau tidur.” Katanya kemudian.
“ Ya sudah,
jangan lupa baju nya di rapiin lagi ya.” Kata Nicko.
“ Nicko!
Jangan-jangan kamu emang sedang mengawasiku ya?” tanya Dira bertambah malu.
Didengarnya Nicko semakin tertawa keras.
“ Jangan
ketawa terus!” seru Dira karena Nicko terus saja menertawakan dirinya. Ia
merasa sifat jail Nicko mulai kembali lagi.
“ Iya iya,
ya udah, tidur sana gih. Istirahat yang cukup. Besok malam dandan yang cantik
ya. Bye!” kata Nicko lalu menutup tefonnya.
Dira membeku mendengarnya.
Jantungnya semakin berdetak keras. Dandan
yang cantik ya. Ulangnya dalam hati. Kemudian ia tersenyum.entah kenapa,
hanya dengan mendengar kalimat itu saja bisa membuatnya begitu bahagia. Ia
langsung merebahkan dirinya di atas ranjang dan kembali tersenyum ketika
mengingat Nicko mengucapkan kalimat tersebut lagi. Namun, ketika sudah
benar-benar akan tidur, ia baru ingat kalau pakaiannya belum ia rapikan. Iapun
kembali tersenyum karena Nicko mengingatkannya mengenai hal itu. segera ia
beranjak untuk merapikan pakainnya dan kembali bersiap untuk tidur.
***
Di seberang, setelah menutup telfonnya, Nicko tersenyum
sendiri di dalam kamarnya. Ia memegangi dadanya yang dari tadi berdegup kencang
ketika pertama kali akan menelfon Dira. Tiba-tiba, mamanya masuk dan tentu saja
hal itu mengagetkannya. Jantungnya pun semakin berdegup kencang.
“ Mama!”
serunya.
“ Kenapa gak
ketuk pintu dulu sih? Kaget tahu.” Katanya lagi.
“ Siapa bilang
mama gak ketuk pintu. Lihat, buku-buku jari mama sampai membiru gara-gara
mengetuk pintu kamar kamu.” Jawab Tante Fia sambil menunjukkan buku-buku
jarinya kepada Nicko yang sebenarnya tidak apa-apa.
“ Kamu lagi
ngapain sih, sampai-sampai gak mendengar kalau dari tadi mama manggil kamu?”
tanya Tante Fia sambil duduk di samping putra semata wayangnya.
Nicko berpikir sejenak untuk mencari
alasan karena ia malu untuk mengakui bahwa ia baru saja menelfon Dira.
“ Hmm,
sepertinya Nicko barusan ketiduran deh.” Jawabnya sambil nyengir karena
menggunakan alasan yang tidak terlalu logis. Tante Fia mengerutkan alisnya
seperti tidak percaya dengan apa yang dikatakan putranya. Namun, ia tidak
terlalu mempermasalahkan hal itu.
“ Mama mau
tanya, kamu besok beneran jadi pergi ke konser?” tanya Tante Fia kemudian.
Nicko langsung bersyukur karena mamanya tidak terlalu mendesaknya untuk
bercerita lebih lanjut.
“ Jadi dong
ma. Tiket udah di tangan masak batal.” Jawab Nicko penuh optimis. Mengingat konser
tersebut membuatnya kembali merasa sangat senang. Sebagian karena tak lama lagi
ia akan melihat idolanya secara langsung, sebagian lagi, apakah karena ia akan
pergi berdua bersama Dira? Nicko memikirkannya dalam hati. Namun tidak mau
merasa terlalu yakin walaupun memikirkan Dira membuatnya semakin bahagia
daripada memikirkan The Most-Q. Tanpa ia sadari ternyata ia melamun di depan
mamanya yang sedang mengajaknya berbicara. Baru setelah Tante Fia menggoyangkan
tangannya di depan mata Nicko, Nicko mejadi sadar dari lamunannya.
“ Ada apa
Ma?” tanyanya bingung.
“ kamu
baik-baik aja, sayang? Dari tadi kamu mama ajak bicara, tapi sepertinya kamu
sedang memikirkan hal lain ya? Lagi mikirin apa sih?” tanya mamanya penasaran.
“ Ah, gak
lagi mikirin apa-apa kok ma. Mama ngomong apa tadi?” jawab Nicko mengeles. Tante
Fia hanya menatapnya dengan arti bingung bercampur penasaran.
“ Ah, bukan
hal penting. Mama hanya memikirkan keadaan kamu. Apa kamu yakin kalau kamu akan
baik-baik saja? Besok pengunjungnya pasti akan penuh dan berdesak-desakan.”
Kata Tante Fia dengan nada khawatir.
“ Lagipula
kamu juga baru sembuh.” Tambahnya.
“ Nicko udah
baik-baik saja kok ma. Mama gak perlu khawatir lagi. Nicko kan anak yang kuat.”
Jawab Nicko seketika karena tidak mau membuat mamanya berubah pikiran untuk
mengunjungi konser The Most-Q.
“ Apa kamu
yakin?” tanya Tante Fia masih berusaha agar anak semata wayangnya itu
membatalkan keinginannya untuk datang ke konser band fenomenal tersebut.
“ 100%
yakin. Lagipula apa yang perlu dikhawatirkan? Nicko kan juga pergi bareng
Dira.” Kata Nicko optimis agar mamanya percaya.
“ Jadi Dira
juga ikut?” tanya Tante Fia yang baru menyadari sesuatu sambil tersenyum penuh
arti.
“ Iya.
Ternyata Dira juga ngefans banget sama The Most-Q. Kayak Nicko.” Jawab Nicko.
Sekali lagi pikirannya melayang ke wajah gadis itu.
“ Memang
kenapa, ma?” tanyanya karena menyadari kalau mamanya tidak memberikan komentar
apapun melainkan hanya menatapnya sambil tersenyum.
“ Gak
apa-apa.” Jawab Tante Fia masih tersenyum.
“ Anak mama
udah gedhe ya. Gak kerasa kalau kamu sekarang udah SMA. Mama masih merasa kalau
kamu adalah anak laki-laki yang masih menangis kalau minta sesuatu dan pingin
tidur sama mama dan papa.” Tambah Tante Fia sambil membelai rambut Nicko tanpa
meninggalkan senyumnya. Hal itu semakin membuat Nicko tidak mengerti dengan
jalan pikiran mamanya. Apakah mamanya sudah berubah tanpa ia ingat.
“ Sekarang
mama sudah mengerti kan? Jadi, stop memperlakukan Nicko kayak anak kecil. Oke?”
kata Nicko pada akhirnya. Tante Fia menatapnya dan mengangguk.
“ Oke.
Sekarang tidurlah. Maaf sudah mengganggu waktu istirahat kamu. Selamat malam.”
Ucap Tante Fia, kemudian setelah mematikan sakelar lampu ia meninggalkan Nicko
yang terbaring di ranjangnya dengan senyum yang menghiasi wajahnya.
Tampaknya besok adalah hari yang
sangat indah. Pikirnya
sebelum terlelap tidur.
***
“ Wah, ramai
banget! Aku gak pernah membayangkan The Most-Q punya fans sebanyak ini di
Indonesia.” Ucap Dira takjub di gerbang tempat konser The Most-Q
diselenggarakan. Ini adalah kali pertamanya ia menonton konser secara live. Dan
hal itu sangat membuatnya terkesima.
“ Keren
kan!” jawab Nicko dengan pandangan menyapu seluruh tempat yang bisa ia tangkap.
“ Banget!”
kata Dira masih merasa takjub dengan apa yang dilihatnya.
Akhirnya merkapun masuk agar bisa
segera mencari tempat duduk yang sesuai dengan nomer yang tertera di tiket
mereka.
***
“ Wah,
mereka keren banget! Gak aku sangka aku bisa melihat mereka dengan mata
kepalaku sendiri di sepanjang hidupku.” Kata Dira saat mereka berjalan ke
tempat sopir Nicko menunggu seusai konser. Dari wajahnya terlihat jelas kalau
ia sangat bahagia.
“ Ehem, aku
merasa beruntung karena Tuhan masih memberiku kesempatan untuk hidup setelah
kecelakaan itu. aku merasa sangat bersyukur karenanya.” Ucap Nicko yang juga
sangat bahagia.
Namun, entah kenapa
setelah mendengar kalimat terrsebut muncul rasa gundah di hati Dira. Tiba-tiba
perasaan itu muncul begitu saja. Dan itu membuatnya sangat merasa tidak enak.
Ia hanya bisa menatap Nicko sambil berjalan tanpa mengatakan apa-apa. Senyum
yang dari tadi mengembang di wajahnya langsung menghilang dan dadanya terasa
sesak. Ditambah lagi dengan jantungnya yang berdetak di atas normal.
“ Aku ingin
bisa ngedrum seperti Steve.” Ucap Nicko pada akhirnya ketika Dira tak kunjung
memberikan tanggapan.
Namun, ucapannya ini
lebih tertujukan pada dirinya sendiri. Pikirannya melayang saat konser tadi dan
melihat Steve, drummer The Most-Q menggebuk drum dengan semangatnya. Nicko sama
sekali tidak menyadari kalau sedari tadi Dira menatapnya dengan raut kesedihan
yang terlihat jelas. Berbeda 180 derajat dengan raut muka yang ia tampilkan
saat berangkat menonton konser sampai keluar dari tempat konser tersebut.
“ Kamu jago
kalau ngedrum.” Kata Dira pelan sambil menundukkan kepala. Tak ia sangka ia
mengatakannya, karena yang ia tahu selama ini dirinya sangat membenci Nicko.
Tapi ia bahkan bisa tahu kalau Nicko sangat jago dalam hal mengedrum.
“ Oh ya?”
tanya Nicko terkejut karena ia sama sekali tidak menyangka kalau selama ini ia
bisa memainkan drum.
“ Ehem, aku
lihat saat ulang tahun sekolah. Bagus banget.” Jawab Dira berusaha
menyembunyikan kesedihannya.
Ia menyadari kalau selama ini
hari-harinya bersama Nicko banyak terisi denagn kebohongan, tapi sekarang ia
mengatakan yang sebenarnya. Dan ketika memikirkan kebohongan-kebohongan itu
sekarang membuatnya merasa bertambah sedih. Ia tidak menyangka kalau rencana yang ia kira akan berjalan
lancar bisa berubah menjadi sebuah penyesalan yang sangat ia ingin ubah jika ia
bisa memutar balikkan waktu.
“ Aku juga
dengar kalau kamu ingin punya drum pribadi di rumah kamu .” kata Dira lagi
sambil mengingat-ingat kejadian ketika Nicko menyatakan keinginannya itu kepada
teman-temannya di kelas tempo hari sebelum kecelakaan terjadi.
Dan baru sekarang Dira menyadari
kalau ternyata ia sudah peduli dengan Nicko sejak dulu, sejak Nicko belum
mengalami kecelakaan. Padahal dari dulu ia sangat gencar mendeklarasikan kalau
ia sangat membenci Nicko kepada semua orang yang membicarakan Nicko di
depannya. Karena itu, tanpa ia sadari ia secara tidak langsung ia juga peduli
dengan apa yang sebenarnya terjadi atau telah dilakukan cowok itu. dan ketika
ia baru menyadarinya sekarang benar-benar membuatnya merasa sakit. Bagaimana
mungkin ia bisa melakukan hal kejam dengan berbohong pada Nicko?
“ Benarkah?”
tanya Nicko semakin terkejut. Tapi kemudian ia menyadari sesuatu dari kalimat
yang dilontarkan Dira.
“ Kamu
dengar? Seakan-akan kamu mendengarnya dari orang lain, padahal akukan tidak
punya teman selain kamu.” Kata Nicko penasaran.
Dira langsung pucat pasi. Tanpa ia
sadari ia telah salah bicara. Dan hal itu bisa membongkar kebohongannya.
Baiklah, dari lubuk hati yang paling dalam ia memang ingin segera mengaku
tentang semuanya. Namun tidak sekarang. Ia masih belum siap dengan reaksi yang
akan diberikan Nicko kalau cowok itu mengetahui semua yang telah Dira lakukan
padanya.
Sesegera mungkin Dira memutar
otaknya untuk menemukan alasan. Nicko tidak boleh tahu tentang kebohongannya
sekarang. Ia tidak siap memberikan reaksi balasan terhadap reaksi yang akan
diberikan Nicko seandainya ia mengaku sekarang. Atau lebih tepatnya, ia tidak
siap kalau Nicko kembali membencinya seperti dulu dan menjauh.
“ Ah, itu...
tentu saja aku mendengarnya dari kamu sendiri.” Ucap Dira sambil memaksakan
senyum.
Untung saja kali ini Nicko langsung percaya.
Karena ia juga tidak mau mempermasalahkan hal yang menurutnya bukan masalah ini
sekarang, di saat ia sedang merasa sangat bahagia.
***
Malam itu, Nicko kembali tertidur
dengan senyum yang terkembang di wajahnya. Berbeda dengan Dira yang masih belum
bisa memejamkan matanya walaupun waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari.
Hatinya masih belum bisa menghilangkan perasaan bersalahnya. Sejak ulang dari
konser tadi, ia langsung mengunci dirinya di kamar dan tidak keluar lagi. Ia
pura-pura tidur ketika ada yang mau mengajaknya bicara.
Pikirannya saat ini benar-benar
sangat kacau. Ia baru menyadari kenapa ia bisa begitu bodoh. Kenapa ia tidak
pernah berpikiran kalau seandainya ingatan Nicko kembali, cowok itu pasti akan
mengetahui kebohongan yang selama ini ia lakukan. Bagaimana mungkin dulu ia
tidak terpikirkan oleh hal itu?
Masalahnya sekarang adalah, ia tidak
tahu kapan ingatan cowok itu akan kembali. Bisa saja sekarang Nicko sudah
menyadari kalau selama ini Dira telah membohonginya. Atau besok, atau lusa,
atau kapanpun waktu yang tidak bisa Dira prediksi. Yang jelas Dira harus cepat
mengakui semua tindakannya sebelum Nicko kembali mendapatkan memorinya dan
mendapati keadaan lebih memburuk seandainya ia salah paham terhadap apa yang
telah dilakukan Dira. Ya, itu harus segera ia lakukan. Namun awal-awal, ia
harus mempersiapkan mental terlebih dahulu. Mempersiapkan diri seandainya Nicko
kembali menjauh darinya dan membencinya. Ia harus menanggung semua perbuatan
yang telah diperbuatnya. Karena, dari awal memang tidak ada hal baik yang
diawalai dari kebohongan. Sebagai pelajar di tingkat SMA seharusnya ia harus
tahu itu.
Aarrrght! Betapa bodohnya aku! Serunya dalam hati.
***
Sudah hampir seminggu, tampaknya
Nicko menyadari ada yang berubah dari Dira. Kalau dipikir-pikir, Dira sudah
berubah sejak konser itu selesai. Namun, ketika ia bertanya ada apa, Dira
selalu menjawab kalau ia baik-baik saja. Tapi, ia yakin kalau Dira saat ini
sedang menyembunyikan sesuatu yang tidak diketahuinya.
Kini, Dira lebih sering tampak
murung. Tersenyumpun dengan terpaksa dan jelas sekali kalau itu adalah senyum
yang tidak tulus. Ia bahkan sering mendapat teguran guru karena melamun saat
pelajaran. Dan hal itu sangat membuat Nicko sedih. Parahnya lagi, ia tidak bisa
membantu masalah yang dialami Dira walaupun ia merasa menjadi teman dekat Dira
karena Dira sama sekali tidak mau bicara. Ia hanya bisa menunggu sampai Dira
mau mengatakan semuanya. Dan terkadang, menunggu adalah suatu hal yang paling
menyebalkan sedunia. Oleh karena itulah, Nicko paling benci menunggu hal yang
satu ini. Namun demi Dira, ia akan melakukan pengecualian.
***
Sudah lebih dari seminggu, tapi
sikap Dira masih tidak berubah. Yang lebih parah lagi, menurut Nicko Dira kini
lebih terkesan menjauh darinya. Tentu saja hal itu membuatnya semakin sedih.
Mau tidak mau, dengan menjauhnya Dira dari dirinya, membuatnya lama-kelamaan
bersikap murung dan sering melamun juga. Bahkan, sebagian besar guru yang
mengajar di kelas merekapun heran, karena perubahan sikap mereka. Selama ini,
para guru tersebut selalu melihat pertengkaran di antara mereka, dan baru-baru
ini mereka terlihat akur. Namun sekarang, mereka malah saling berdiam diri satu
sama lain.
Sudah berulang kali guru-guru itu selalu menunjukkan
keprihatinan dengan masalah yang kedua muridnya alami itu. namun, saat ditanya,
keduanya selalu menjawab kompak kalau tidak terjadi apa-apa. Padahal, dari
memandang secara sekilaspun siapa saja pasti tahu kalau mereka berdua sedang
mengalami suatu masalah.
Belum selesai dengan masalah yang
terjadi antara dirinya dan Dira, sebenarnya Nicko punya masalah lain.
Permintaannya untuk mempunyai drum pribadi di rumahnya sepertinya tidak
berjalan mulus seperti yang ia harapkan. Pada awalnya, ia mengira kalau ia bisa
memanfaatkan kemalangan yang ia alami untuk mendapatkan hal yang diinginkannya.
Namun, papanya langsung menolak ketika ia mengutarakan keinginannya itu.
bahkan, mamanya pun nampak tidak berdaya ketika Nicko meminta bantuannya agar
mau membujuk papanya. Masih jelas di ingatan Nicko ketika dilihatnya wajah
papanya langsung memerah menahan marah ketika diutarakannya keinginannya itu.
nicko tidak mengerti kenapa papanya bersikap seperti itu, karena ia hanya
meminta hal yang menurutnya wajar bagi seorang laki-laki. Ia sebelumnya yakin
kalau papanya akan mengerti akan hal itu. namun ternyata tidak. Beliau langsung
menolak dengan keras dan pergi meninggalkannya bersama mamanya di ruang
keluarga, tempat ia mengutarakan keinginannya.
Mengingat minggu-minggu terberat
ini, membuat Nicko pusing. Apalagi ingatannya seperti tidak mau kembali.
***
Sore malam minggu, Nicko menatap
halaman rumah dari dalam kamarnya melalui jendela. Pikirannya masih bercampur
aduk karena sudah lebih dari 2 minggu namun tidak ada masalah satupun yang
berhasil ia tangani. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ia tidak buru-buru
mengambilnya karena saat itu ia sedang malas bicara kepada siapapun. Namun, ia
langsung terkejut dengan nama yang terpampang di layar ponselnya. Nama yang
harus ia akui, sangat ia rindukan. Bahkan ia juga rindu sikap jutek gadis itu
ketika pertama kali mereka berbicara setelah ia mengalami kecelakaan. Dira.
Begitu gugupnya, tangan Nicko pun
sampai bergetar, jantungnya berdetak
semakin cepat, dan bahkan ia perlu menarik nafas panjang ketika akan berbicara
dengan gadis itu setelah lebih dari 2 minggu mereka saling berdiam diri.
Namun,kini gadis itu menelfon.
Pasti satu masalah akan
selesai hari ini.
Pikir Nicko dalam hati sambil menyunggingkan senyumnya. Ia sudah tidak sabar
ingin segera berbicara dengan Dira dan juga penasaran kenapa Dira menelfonnya.
“ Hallo.”
Katanya dengan nada yang tidak bisa menyembunyikan perasaan gembiranya.
“ Hi,
Nicko.” Ucap suara di seberang setelah cukup lama Nicko tidak mendengar
balasan.
“ Hi, Dira.
Mm, apa kabar?” tanya Nicko yang tiba-tiba merasa canggung dengan nada bicara
yang dilontarkan Dira.
“ Mm, baik.
Kamu?” tanya Dira balik karena sepertinya itu hanya basa-basi. Ia tahu pasti
kalau Nicko tahu keadaannya tidak sedang baik-baik saja.
“ Baik.”
Jawab Nicko kembali tersenyum.
“ Ada apa?”
tanyanya lagi.
“ Mm, kamu
ada waktu sekarang?” tanya balik Dira setelah ia kembali teridiam cukup lama.
“ Ada,
kenapa?” tanya Nicko lagi karena sangat penasaran.
“ Ada pasar
malam dekat rumahku. Kamu... mau pergi sama aku?” tanya Dira pelan,
terbata-bata dan langsung tercekat seakan ia sendiri tidak percaya kalau ia
telah mengucapkannya.
Saat itu adalah puncak dari
semuanya. Jantung Nicko berdetak semakin keras dan tangannya semakin bergetar
hebat. Ia tak bisa menyembunyikan kegembiraan yang dirasakannya. Walaupun Dira
tidak bisa melihat ekspresi wajahnya, tapi saat ini ia sedang tersenyum sangat
lebar. Ia bahkan tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Apakah
ini semacam ajakan kencan? Memikirkan hal itu membuat Nicko semakin bahagia
bercampur gugup.
“ Apa...
aku... gak salah dengar?” tanya nya hati-hati. Takut kalau ternyata ia memang
salah dengar.
“ Tidak.”
Jawab Dira. Mendengar hal itu membuat Nicko berjingkrak di kamarnya dengan tawa
lebar tanpa suara. Ia merasa sangat bahagia. Lebih bahagia daripada telah
menonton konser The Most-Q berjuta kalipun secara live dan berfoto atau
menghabiskan liburan selama seminggu bersama mereka. Padahal, itu adalah
keinginan menggembirakan yang ingin ia alami saat SMP dulu.
“ Mm, jangan
salah paham dulu. Ini tidak seperti kelihatannya. Hanya saja, ada yang ingin
kubicarakan sama kamu.” Kata Dira ketika menyadari kalau kalimat ajakannya bisa
menjadi kalimat ambigu.
Nicko langsung menghentikan sikapnya
yang bertingkah tidak jelas, tapi ia masih belum berhenti tersenyum. Ia tidak
perduli, entah Dira menganggap ini kencan atau tidak, pergi berdua dengannya
walaupun ke pasar tradisional terkumuhpun ia akan merasa sangat bahagia, karena
bukan tempat tujuan mereka yang membutnya senang. Melainkan dengan siapa ia
pergi ke sana. Tentu saja ia juga penasaran dengan apa yang ingin dikatakan
Dira. Namun ia akan segera tahu bukan?
“ Jadi
bagaimana?” tanya Dira lagi yang merasa belum mendapatkan jawaban.
“ Ya!” jawab
Nicko yang tanpa ia sadari kalau ia telah berseru. Namun ia tidak peduli.
“ Ya, tentu
bisa.” Katanya lagi dengan nada normal. Senyum nya masih belum hilang dari
wajahnya.
“ Baiklah,
aku tunggu kalau begitu.” Ucap Dira.
“ Oke. Bye!”
kata Nicko.
“ Bye.”
Balas Dira. Dan telfonpun ditutup. Nicko kembali berjingkrak. What a happy moment. Pikirnya.
***
Setelah menutup telfon yang ia
tujukan pada Nicko, Dira menghembuskan nafas panjang. Selama 2 minggu lebih
ini, ia sudah menyiapkan mental untuk menghadapi apapun yang akan terjadi dan
walaupun ia belum sepenuhnya siap, ia harus segera mengakui semuanya. Sebab, ia
tak akan bisa mengatasi kalau seandainya Nicko mengetahui semua kebohongannya
tanpa Dira sempat menjelaskan alasan kenapa ia berani melakukan semua
kebohongan itu.
Dimasukkannya ponselnya ke dalam
tasnya dan ia segera meraih jaket yang sedari tadi tergeletak di atas
ranjangnya dan segera beranjak keluar. Pikirannya sudah bulat, ia tak ingin
semuanya berambah buruk.
Walaupun kakinya terasa berat saat
melangkah, tapi ia tetap harus melanjutkannya. Seandainya Nicko kembali
membencinya, mungkin memang itu yang harus ia dapat karena telah berbuat kejam
padanya.
***
Nicko sedikit berlari agar bisa
sampai di rumah Dira lebih cepat. Senyum bahagianya tidak pernah hilang
sedikitpun darri wajahnya yang sumringah karena bahagia.
“ Nicko.”
Tiba-tiba didengarnya suara mamanya memanggil. Untuk kali ini, ia menghentikan
langkahnya, karena melihat mama dan papanya tengah duduk di ruang keluarga
seperti biasa jika mereka ingin menyampaikan sesuatu.
Oh, kenapa harus sekarang? Nicko mengeluh dalam hati. Kenapa
orang tuanya memilih waktu yang tidak tepat seperti sekarang jika ingin
membicarakan sesuatu?
Dengan berat hati, ia langkahkan
kakinya menuju ke arah ruang keluarga dimana kedua orang tuanya sedang duduk
karena tidak mungkin ia bisa menolak orang tuanya dalam hal ini jika kedua
orang tuanya itu menunjukkan ekspresi yang sama sekali tidak Nicko sukai. Dilihatnya mamanya masih menunjukkan wajah
yang belum membahagiakan, seakan ia tidak puas akan suatu hal. Sedangkan
papanya masih setia memasang ekspresi tidak suka seperti teerakhir kali Nicko
meminta untuk dibelikan drum pribadi.
“ Ada yang
mau mama sama papa bicarakan sama kamu. Duduklah.” Kata Tante Fia pelan. Nicko
segera duduk dan berdo’a kalau pembicaraan mereka tidak akan lama. Papanya
menyesap teh yang dari tadi tergeletak di atas meja sebelum menatapnya.
“ Ada apa?”
tanya Nicko karena ingin segera pergi dari situ.
“ Soal drum
yang kamu minta,” kata Tante Fia menggantung. Nicko semakin tidak sabar.
Sekarang ia sudah tidak terlalu perduli lagi soal drum atau apapun, karena
sekarang Dira pastilah sedang menunggunya.
“ Papa
bukannya tidak mau membelikan kamu drum karena papa tidak punya uang atau
karena papa sudah tidak sayang sama kamu.” Kata papanya. Itu merupakan kalimat
terpanjang yang pernah Ncko dengar dari papanya sejak ia mengutarakan keinginannya
untuk memeiliki drum. Namun, Nicko tidak perduli hal itu sekarang. Ia hanya
ingin pembicaraan tiu segera berakhir agar ia bisa segera pergi.
“ Papa
melakukannya karena ada alasan lain. Jadi mama harap kamu jangan terlalu
menyalahkan papa.” Ucap mamanya.
Sebenarnya Nicko sama sekali tidak
pernah berpikiran seperti itu, tapi ia sama sekali tidak membantah. Mungkin
kedua orangtuanya merasa bersalah karena tidak bisa menuruti keinginan anak semata wayang mereka.
“Alasan yang
mungkin belum kamu mengerti sekarang.” Kata papanya lagi. Nicko semakin tidak
sabar.
“ Sebenarnya
apa yang ingin mama sama papa katakan?” tanya Nicko yang sudah tidak punya
waktu lagi untuk berputar-putar dengan dengan permainan kata-kata orang tuanya.
“ Drum itu akan
datang malam ini.”
Kalimat itu pelan, tapi terasa
begitu keras di telinga Nicko. Ia benar-benar tidak percaya ketika
mendengarnya. Apakah papanya serius? Malam ini? Kalau hal itu benar, kenapa
mereka baru mengatakannya sekarang. Hal ini benar-benar membuat Nicko terkejut.
“ Apa itu
benar,ma?” tanyanya pada Tante Fia seakan-akan ia yakin kalau papanya hanya
berbohong belaka.
“ Itu
benar.” Jawab mamanya sambil tersenyum.
Nicko langsung tersenyum lebar. Ia
sama sekali tidak membayangkan kalau ia akan mendapat dua kabar gembaira
sekaligus dalam waktu yang berdekatan.
“ Kamu
senang?” tanya mamanya yang kini juga tersenyum melihat anaknya bahagia.
“ Tentu aja
dong ma!” serunya.
“ Tapi, ada
peraturan yang harus kamu patuhi ketika kamu sudah mendapatkan drum itu.” kata
papanya yang sekarang sudah tampak lebih rileks dan tenang, tidak seperti
sebelumnya yang tampak banyak pikiran.
“ Tentu pa!
Apa aja akan Nicko lakukan.” Kata Nicko mantap agar papanya percaya dengan
kesungguhannya.
“ Baiklah,
peraturannya...”
“ Ah, pa!
Bisa membacakan aturannya nanti? Nicko benar-benar harus pergi. Tapi, Nicko
sangat berterima kasih kepada mama sama papa. Nicko cinta kalian.” Ucap Nicko
bahkan sebelum papanya menyelesaikan kalimatnya, ia sudah beranjak keluar dari
ruangan itu dengan meninggalkan kedua orangtuanya yang terbengong denagn sikap
anaknya.
Mereka pikir kalau Nicko pasti akan tetap tinggal di rumah
untuk menantikan kedatangan drum yang baru mereka belikan. Namun, Nickopun
bahkan sudah menghilang sebelum mamanya sadar kalau ia harus tahu kemana
anaknya itu akan pergi. Merekapun hanya bisa berpandangan karena tidak mengerti
jalan pikiran anaknya itu.
***
“ Maaf sudah
menunggu lama.” Ucap Nicko saat pertama kali ia bertemu dengan Dira setelah
mereka saling berdiam dira selama 2 minggu lebih.
“ Gak papa.”
Balas Dira sambil mengulum senyum yang langsung membuat jantung Nicko bekerja
lebih keras.
“ Berangkat
sekarang?” tanya Nicko setelah berhasil menguasai dirinya lagi.
Dira hanya mengangguk. Nicko sadar
kalau Dira masih belum bisa berbicara banyak, tapi baginya ini sudah mengalami
kemajuan. Akhirnya merekapun berjalan menuju ke tempat pasar malam itu berada.
***
Malam itu adalah malam paling
menyenangkan dalam hidup Nicko. Walaupun Dira tampak belum banyak tertawa lepas
seperti yang sering ia lakukan dulu, tapi hal itu tidak menghalangi Nicko untuk
merasa lebih bahagia lagi.
Mereka berdua menaiki semua wahana
yang disediakan di pasar malam itu. semakin lama Dira juga tampak lebih banyak
tertawa. Hal itu membuat Nicko menjadi semakin senang. Ia tak ingin mendesak
Dira untuk segera mengatakan sesuatu yang menjadi tujuan kenapa mereka berada
di tempat itu sekarang, karena ia tidak ingin merusak kebahagiaan yang saat itu
mereka rasakan. Biarlah Dira mengatakannya sendiri jika ia rasa waktunya sudah
tepat. Saat itu Nicko hanya ingin membuat Dira bahagia dan melepaskan cewek itu
dari masalah yang mungkin masih berkecamuk dalam hidupnya.
Setelah hampir semua permainan
mereka mainkan, akhirnya mereka terduduk di bangku panjang agak jauh dari
kerumunan. Sudah beberapa menit mereka duduk tanpa kata. Keduanya sedang sibuk
dengan pikiran masing-masing. Sesekali Nicko melirik Dira yang sedang
menunjukkan ekspresi kecemasan di wajahnya. Berulang kali cewek itu tampak
menghembuskan nafas panjang. Namun, ia tak kunjung juga menceritakan apa yang
sebenarnya terjadi. Dengan sabar Nicko menantinya. Biarlah seandainya drum nya
sudah tiba di rumah sebelum ia pulang. Yang penting baginya sekarang adalah
gadis yang sekarang duduk di sampingnya itu.
“ Nicko.”
Ucap Dira pelan pada akhirnya. Nicko langsung terkesiap. Mungkin sekaranglah
saatnya Dira ingin menjelaskan semua penyebab ia banyak berubah akhir-akhir
ini.
“ Ya.” Kata
Nicko juga dengan suara pelan. Dilihatnya Dira menatapnya dengan tatapan sedih.
“ Nicko,
sebelumnya aku minta maaf.” Kata Dira lagi. Kali ini ia menundukkan kepalanya.
Nicko benar-benar tidak mengerti. Menurutnya Dira tidak mempunyai kesalahan
apapun sehingga mewajibkannya untuk meminta maaf. Namun ia hanya diam dengan
sabar untuk mendengarkan kata-kata apa lagi yang nantinya akan terlontar dari
mulut Dira.
“ Aku sudah
melakukan kesalahan besar.” Kata Dira lagi semakin menundukkan kepalanya. Nicko
tetap tidak bergeming karena semakin tidak mengerti.
“ Sebenarnya
semua ini adalah kebohongan.” Kata Dira.
“
Kebohongan? Kebohongan apa? Dira, aku benar-benar tidak mengerti.” Kata Nicko
pada akhirnya karena tidak tahan sekaligus penasaran.
“
Sebenarnya, kita tidak seperti ini. Awalnya kita sama sekali bukan teman. Semua
yang aku katakan ke kamu, terutama saat di kantin dulu, saat kamu baru sembuh, itu
semua bohong. sebenarnya selama ini kita saling memusuhi satu sama lain. Saat
di rumah sakit, mama kamu datang dan menghampiriku untuk meminta bantuan agar
bisa menolong kamu mengembalikan memori kamu yang sebagian hilang karena
menurutnya aku adalah teman dekat kamu. Tapi itu adalah salah. Walaupun kita
satu kelas, tapi bahkan kita tidak bisa disebut teman. Kita selalu berantem
setiap kali bertemu. Aku... dulu sangat membenci kamu, dan aku yakin kamu juga
begitu. Jadi, saat mama kamu meminta pertolonganku untuk menjadi teman kamu,
aku menggunakannya untuk membalas dendam ke kamu, karena selama ini kamu selalu
jahat ke aku. Aku mengarang semua cerita kalau kamu gak punya teman selain aku
agar aku bisa sedikit banyak mengatur hidup kamu sesuai keinginanku. Awalnya
aku hanya ingin mengerjai kamu, tapi lama-kelamaan aku sadar kalau aku tidak
seharusnya meakukan itu. Aku gak tahu kenapa pada awalnya kamu selalu jahat ke
aku, padahal ke anak yang lain enggak. tapi setelah cukup lama berteman sama
kamu, aku tahu kalau kamu itu sebenarnya baik. Aku benar-benar menyesal karena
telah melakukan ini semua. Sandainya aku bisa memutar waktu, aku pasti tidak
akan memilih jalan ini. Namun, setelah aku bisa berteman lebih dekat sama kamu,
aku jadi ingin berteman baik yang sesungguhnya sama kamu. Tapi, semakin lama
aku memikirkannya aku jadi semakin merasa bersalah. Aku gak ingin menjadi teman
yang jahat, jadi aku rasa aku harus segera menceritakan hal yang sebenarnya ke
kamu.” Jelas Dira panjang lebar. Nicko hanya bisa menatapnya dengan mata tak
berkedip. Jujur saja, ia masih belum banyak mengerti. Kejahatan apa yang
sebenarnya telah ia lakukan sehingga Dira bisa sangat membencinya dan
mendorongnya untuk melakukan semua ini.
“ Aku tidak
meminta kamu untuk memaafkan aku secepat ini. Tapi, aku sangat berharap kalau
kamu bisa segera memaafkan aku. Karena bagiku sekarang, kamu adalah seorang
teman yang sangat spesial.” Ucap Dira sambil mengangkat wajahnya. Nicko melihat
buliran air mata yang telah mengalir begitu banyak di wajah manis cewek itu.
tapi ia tidak mengatakan apa-apa.
“ Jujur saja
aku masih tidak mengerti kenapa kamu melakukan semua ini.” Ucap Nicko pelan
pada akhirnya.
“ Setelah
ingatan kamu kembali pasti kamu akan mengerti. Dan itu gak akan lama lagi.”
Kata Dira sambil mengusap air matanya. Nicko hanya mentapnya dengan tatapan
bingung. Kehilangan ingatan yang bahkan mungkin hanya ingatan selama 1 tahun
lebih beberapa bulan saja ternyata sangat menyulitkan. Selama ini ia pikir
tidak ada ingatan yang begitu penting untuk diingat. Oleh karena itu ia tidak
pernah berusaha keras untuk mengingatnya kembali. Namun ternyata ia salah.
Justru ingatan yang paling penting dalam hidupnyalah yang telah hilang.
“ Itulah
yang selama ini mengganggu pikiran aku. Sudah malam, aku harus segera pulang.”
Kata Dira kemudian ia beranjak dari bangkunya.
“ Dira!”
panggil Nicko yang merasa masih perlu mendapatkan penjelasan lebih lanjut.
Hatinya tiba-tiba merasa hancur saat Dira meninggalkannya begitu saja seperti
itu. namun, Dira hanya berhenti berjalan dan menoleh padanya sambil tersenyum
penuh rasa bersalah sebelum kembali melanjutkan jalannya dengan meninggalkan Nicko
yang terdiam kebingungan.
***
Nicko memasuki rumahnya dengan
perasaan hancur yang teramat dalam. Ia
ingin penjelasan, namun tidak tahu harus mencarinya ke mana. Berbeda saat tadi
ia meniggalkan rumah, sekarang ia merasa sama sekali tidak punya semangat. Ia
berjalan gontai menuju ke kamarnya dan terhenti saat mendengar mamanya
memanggil.
“ Ada apa
ma?” tanyanya malas karena tidak sedang ingin bicara.
“ Kamu lupa,
drum kamu datang malam ini.” Ucap mamanya tidak mengerti dengan perubahan sikap
anaknya.
Setelah mendapat pengakuan
mengejutkan dari Dira Nicko sama sekali lupa kalau drum nya akan datang.
Mungkin juga sudah datang.
“ Oh, benar
juga.” Katanya berusaha terdengar sangat senang, tapi tidak berhasil. Mamanya
mengernyit penasaran.
“ Ada apa?”
tanya Tante Fia. Namun Nicko hanya menggeleng sambil memaksakan senyum.
“ Jadi,
drumnya sudah datang apa belum?” tanya Nicko mengalihkan perhatian agar mamanya
tidak bertanya lebih lanjut dengan masalah yang sedang ia alami.
“ Sudah,
sekarang papamu sedang mengecekknya di ruang belakang.” Kata Tante Fia.
Tak perlu menunggu lama lagi, Nicko
langsung menuju ke sana. Karena ia tahu betul papanya tidak akan banyak tanya
dengan kehidupan yang ia alami, berbeda dengan mamanya.
***
“ Hey, kamu
sudah pulang.” Kata papa Nicko ketika mendapati anaknya itu sudah berada di
sampingnya. Seperti dugaan Nicko, papanya itu tidak akan pernah menyadari
perubahan sikap yang sedang ia alami.
“ Bagus
banget pa!” seru Nicko berusaha terdengar sangat antusias. Dan untunglah
sedikit berhasil, karena sebenarnya ia memang sangat menginginkan punya drum
ini.
“ Tadi sudah
di set. Kamu bisa coba sedikit.” Kata papanya lagi. Nicko segera duduk
mengambil tempat walaupun sebenarnya ia sudah lupa bahwa ia dulu mahir
memainkannya. Setidaknya itulah yang dikatakan Dira. Ah, mungkin saja itu
sebenarnya juga kebohongan. Memikirkan Dira membuat Nicko tersenyum getir.
“ Ah, tapi
sebelum kamu memainkannya, kamu harus ingat! Walaupun kamu sudah punya drum
sendiri, kamu tidak boleh lupa belajar. Kamu tidak boleh membangkang jika mama
sama papa menyuruh kamu melakukan sesuatu. Dan yang terpenting, waktu kamu
tidak boleh hanya untuk bermain drum terus. Setelah papa lihat kamu cukup mahir
memainkannya, kamu hanya akan papa beri waktu satu kali dalam satu minggu untuk
memainkannya.” Kata papanya. Walaupun ia tidak begitu setuju dengan aturan yang
terakhir, namun ia tak ingin membantah saat itu. akhirnya iapun hanya
mengangguk. Papanya menatapnya sejenak sebelum kemudian ia pergi
meninggalkannya sendiri bersama drum barunya.
Nicko mengambil stick drumnya dan
mengamatinya sekilas. Ditatapnya keseluruhan drumnya namun sejujurnya ia masih
tidak tahu harus mulai dari mana. Iapun menghela nafas panjang sambil
memikirkan semua perkataan Dira sebelum mulai mencoba menggebuk drumnya.
Saat itulah hal itu terjadi. Nicko
merasa bagai potongan fim lama yang berkelebat di pikirannya dan ia merasa
sakit yang luar biasa di kepalanya. Ia ingin menghentikannya namun ia sama
sekali tidak berdaya. Karena ia sudah tidak tahan merasakan sakitnya, iapun
berteriak sebelum akhirnya terjatuh.
Dengan jelas dilihatnya kilasan masa
lalunya yang sepertinya merupakan bagian ingatannya yang hilang di tengah rasa
sakit yang menyerangnya. Ia langsung merasakan perasaan ajaib itu ketika
pertama kali melihat gadis itu di Masa Orientasi Siswa di SMAnya. Karena terlalu gugupnya dan tidak tahu harus
bagaimana terhadap gadis itu, akhirnya ia hanya bisa mengganggunya, berharap
gadis itu akan menaruh perhatian padanya. Namun ternyata ia salah. Gadis itu
malah menjadi semakin membencinya.
Kilatan masa lalupun kembali memutar
kehidupannya yang sejak beberapa waktu lalu menghilang. Namun yang paling
mengejutkan Nicko adalah bahwa ia sempat bertengkar dengan papanya sebelum ia
mengalami kecelakaan. Setelah ia menyatakan keinginannya untuk memiliki drum,
papanya langsung murka dan menolaknya dengan keras. Nickopun bersikap sama
karena ia memang mempunyai sifat itu dari papanya.
“ Sudah
cukup papa membiarkan kamu memilih jurusan IPA bukan IPS, karena papa pikir
kamu juga butuh sedikit kebebasan sebelum kamu mewarisi perusahaan papa! Tapi
sekarang kamu meminta Drum! Yang benar saja. Mau jadi apa kamu? Pemusik? Asal
kamu tahu Nicko, menjadi seorang pemusik tidak akan membuat kamu bahagia.
Tidak! Sampai kapanpun papa gak akan menyetujuinya!” teriakan papanya seakan
baru saja terdengar.
Kemudian ia segera meninggalkan
kedua orang tuanya dan mengambil motornya sebelum pada akhirnya mengebut di
jalanan untuk melupakan kebenciannya karena terus saja dijadikan boneka oleh
papanya. Karena mengemudi dengan mata berair, tanpa helm, dan dalam pikiran
yang berkecamuk, ia tidak menyadari bahwa ada truk yang ternyata sudah ada di
depannya. Ia memang bisa menghindari truk itu. namun, sebagai gantinya ia harus
menabrak pagar sebuah bangunan seebelum pada akhirnya tidak sadarkan diri.
Ingatannya kembali pada kehidupan
setelah ia tersadar dari koma pasca kecelakaanya. Tentang semua waktu yang ia
habiskan bersama Dira dan kejadian yang baru saja ia alami di pasar malam.
Akhirnya ia mengerti kenapa Dira melakukan semua kebohongan itu.
Ia mendengar teriakan kedua orang
tuanya. Namun ia tidak mempunyai tenaga untuk menjawabnya. Tiba-tiba
pandangannya kabur dan semuanya menjadi gelap.
***
Dira melangkahkan kakinya menuju
kelas dan langsung diserbu berita yang langsung mengejutkannya.
“ Nicko
masuk rumah sakit lagi.” Kata Niken dengan ekspresi khawatir. Kali ini, bukan
berpura-pura lagi Dira merasa sangat khawatir. Apakah semua itu karena
pengakuannya kemarin? Haruskah ia menceritakan yang sebenarnya pada Nicko
secara pelan, tidak seperti kemarin? Tiba-tiba rasa bersalah itu muncul lagi
dan kali ini lebih besar karena hal ini menyangkut kehidupan seseorang yang,
jujur saja, ia sayangi.
***
Tanpa menunggu teman-temannya,
sepulang sekolah Dira langsung menuju rumah sakit tempat Nicko dirawat.
Sebenarnya ia masih bingung tentang apa yang harus ia katakan pada Nicko
setelah pengakuannya tempo hari. Namun untunglah saat ia datang, Nicko sedang
tertidur.
Yang menyambutnya tentu saja adalah
Tante Fia. Dan hal mengejutkan yang didengar oleh Dira untuk kedua kalinya
dalam sehari ini adalah, bahwa Tante Fia mengatakan kalau Nicko sudah
mendapatkan kembali ingatannya. Dira sudah tidak memperhatikan lagi kalimat
selanjutnya yang meluncur dari mulut Tnte Fia, karena ia begitu terkejut dengan
berita tersebut.
Ia tidak tahu harus merasa senang
karena pada akhirnya Nicko berhasil mendapatkan ingatnnya kembali atau merasa
takut karena semuanya akan kembali ke awal. Ia akan menjadi musuh Nicko lagi.
Setelah memastikan kalau keadaan
Nicko baik-baik saja, akhirnya ia meminta ijin untuk pulang kepada Tante Fia. Dengan
langkah gontai ia meningglakan rumah sakit. Dan tanpa ia sadari, air mata
kembali menetes dari matanya.
***
Selama hampir satu minggu, Nicko
tidak hadir ke sekolah dan selama itu pulalah Dira benar-benar kehilangan
kontak dengan cowok itu. Dulu Dira sama sekali tidak pernah membayangkan jika
kehilangan seseorang yang punya kesan khusus dalam hidupnya akan terasa sakit
seperti itu. dulu, Dira pikir jika Nicko tiba-tiba lenyap dari dunia ini, ia
pasti akan sangat bahagia. Namun, kini hanya tidak melakukan komunikasi saja
rasanya ia adalah manusia paling menyedihkan di dunia.
Melihat sikap Dira yang sama sekali
tidak menunjukkan kemajuan, tentu saja membuat semua oang cemas. Sudah tidak
terhitung lagi jumlah anak yang mengajukan diri sebagai tempat curhat. Namun,
jawaban Dira selalu sama,” tidak ada apa-apa.” Guru-guru juga sudah banyak yang
mengusulkan agar Dira pergi ke bimbingan konseling. Masalahnya gara-gara sikap
Dira yang seperti itu nilainya menjadi menurun drastis. Namun, jawaban Dira
juga selalu itu-itu saja, tidak pernah ada variasi lain.
Senin pagi, seperti hari-harinya
yang lain, dengan langkah gontai ia berjalan menuju kelasnya yang entah ada apa
terdengar ramai dari luar. Ketika ia sudah sampai ke dalam, barulah ia tahu apa
penyebanya. Nicko datang! Seketika itulah ia berusaha menahan air matanya agar
tidak tumpah di sana. Pandangannya tidak pernah lepas dari wajah bahagia yang tidak
pernah berhenti tersenyum kepada setiap anak yang mengajaknya bicara. Dalam
hati Dira bersyukur karena Nicko sudah sehat kembali. Lama menatap wajah yang
sangat dirindukannya itu, membuat Dira semakin tidak kuasa untuk menahan air
matanya. Maka, sebelum air matanya benar-benar menetes di sana, ia segera
berlari menuju tempat yang sepi. Tanpa ia sadari, jika mata Nicko selalu
mengekor kemana ia pergi sampai batas maksimal daya akomodasi mata hitam itu
menatap.
***
Sudah hampir satu bulan Nicko beraktivitas
seperti biasa dan selama hampir satu bulan itu pulalah Nicko dan Dira tidak
berkomunikasi satu sama lain. Mereka memang tidak bertengkar seperti yang
mereka biasa lakukan sebelum Nicko kehilangan ingatan. Namun, mereka juga tidak
saling bicara. Mereka bertingkah selayaknya
orang yang tidak saling kenal. Akan tetapi, tanpa mereka ketahui, mereka
saling memperhatikan satu sama lain.
Suatu malam, Papa Dira meminta semua
anggota keluarganya berkumpul setelah makan malam. Dira tidak tahu ada apa,
tapi jika sudah begini, pasti ada sesuatu yang penting untuk papanya sampaikan.
“ Papa
meminta kalian semua berkumpul di sini, karena ada yang ingin papa sampaikan.”
Kata papanya sambil tersenyum. Di sebelahnya, Mama Dira sudah tersenyum lebar
bahkan sejak Dira dan adiknya, Tere baru datang ke ruang keluarga.
“ Papa
mendapatkan promosi di pekerjaannya!” seru Mama Dira yang tampak sangat
bahagia. Tentu saja hal ini juga merupakan hal yang sangat membahagiakan dalam
hidup Dira. Setelah saling mengucapkan selamat dan berpelukan atas keberhasilan
itu, Papa Dira kembali meneruskan beritanya, yang membuat Dira terkejut.
“ Tapi,
konsekuensinya kita akan pindah dari sini.” Jelas Papanya.
“ Pindah?
Bagimana dengan sekolah Tere sama Kak Dira, Pa?” tanya Tere tampak lebih terkejut
daripada berita pertama yang diutarakan papanya. Dirapun tak kalah terkejutnya.
“ Tentu saja
sekolah kalian juga ikut pindah sayang. Maaf kita tidak membicarakan hal ini
sebelumnya bersama kalian, tapi sebenarnya, surat kepindahan sekolah kalian
sudah Mama urus. Besok kalian sudah tidak perlu masuk sekolah lagi.” Kata
Mamanya.
“ Kenapa
mendadak sekali sih Ma? Dira kan perlu pamitan sama temen-temen.” Ucap Dira
yang saat mengatakannya pikirannya tertuju pada seseorang.
“ Mama sama
Papa minta maaf, kalian kan bisa pamitan lewat telfon. lagian Mama janji,
kalian tidak akan kecewa dengan sekolah baru kalian. “ ucap Mamanya antusias.
Walaupun tidak terlalu setuju dengan kepindahan yang mendadak ini, tapi Dira
tidak mau merusak kebahagiaan yang sedang dialami kedua orang tuanya saat itu.
***
Setelah masuk kamar untuk
membereskan barang-barangnya, Dira langsung menelfon Niken untuk berpamitan
sekaligus memintanya untuk menyampaikan salam dan maaf kepada teman sekelasnya
karena kabar ini memang sangat mendadak. Niken terdengar sangat terkejut, tapi
ia juga tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah kepindahan Dira.
Setelah selesai menelfon, Dira
merebahkan dirinya di atas ranjang yang sebentar lagi akan ia tinggalkan. Ia
memikirkan semua kejadian yang terjadi dalam hidupnya. Terlebih kejadian yang
ia lewatkan bersama Nicko. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Dira mengambil
kesimpulan bahwa mungkin ini adalah jalan yang digariskan Tuhan agar ia bisa
memulai suatu hidup yang baru, yang bisa ia jalani tanpa kebohongan. Dira pun
tersenyum tulus, untuk pertama kalinya setelah pengakuan dari kebohongan besar
yang ia lakukan.
***
“ Dira, tolong belikan selotip di
minimarket sana dong. Kayaknya selotip yang udah Mama beli kurang deh. Pakai
uang kamu dulu ya.” Teriak Mamanya sore itu. Saat itu, mereka semua sedang
sibuk membereskan barang-barang yang akan mereka bawa pindahan ke rumah baru.
“ Iya Ma.”
Sahut Dira. Iapun segera berangkat.
Sepulangnya dari minimarket, Dira
sengaja memilih untuk lewat taman karena di sanalah ia sering menghabiskan
waktunya. Kini, setelah pindahan nantinya, ia rasa ia akan sangat merindukan
tempat itu. Saat sedang menikmati pemandangan, tiba-tiba ada seorang anak kecil
yang menabraknya. Merekapun terjatuh, namun anak kecil itu segera berlari
meninggalkan Dira saat Dira hendak menolongnya. Saat membereskan selotip yang
tercecer di tanah, Dira menemukan sebuah notes tergeletak di dekat ceceran selotip
yang baru saja ia beli. Ia pun memungutnya dan hampir berteriak memanggil anak
kecil yang baru saja menbraknya ketika ia menyadari bahwa itu adalah notes
milik Nicko. Bagaimana bisa notes itu berada di sana, Dira tidak tahu.
Keinginannya untuk membaca notes itu
gagal karena begitu ia sampai di rumah, Papanya mengabarkan bahwa keberangkatan
mereka dimajukan menjadi malam itu juga. Sehingga ia harus membantu orang
tuanya mempersiapkan segala sesuatunya. Barulah 5 menit sebelum berangkat, Dira
memiliki kesempatan untuk membaca isi notes itu.
Pada halaman pertama dan
halaman-halaman selanjutnya, Dira hanya menemukan tulisan namanya yang tercetak
di sana. Ia tahu bahwa Nicko menuliskannya dengan perasaan benci, tapi entah
kenapa Dira malah tersenyum karena teringat seluruh kejadian yang entah kenapa
kini kejadian-kejadian itu malah terkesan konyol. Hanya di halaman terakhir
Dira menemukan tulisan yang bukan namanya. Iapun membacanya dan langsung
terkejut. Tanpa ia bisa bendung lagi, air matanya menetes.
Dira, aku bisa menuliskan namamu jutaan kali. Tapi kenapa aku
tidak bisa mengatakannya? Pertama kali aku melihatmu, aku sudah mulai tertarik
dengan segala sesuatu tentang kamu. Beragam cara aku lakukan agar aku bisa
menarik perhatian kamu. Tapi, sepertinya aku salah ya? Apa yang aku lakukan
tidaklah membuat kamu bisa melihat bahwa aku selalu di sini, memperhatikan
kamu. Tapi malah membuat kamu semakin membenciku. Selama ini, aku menjaili
kamu, membuat kamu marah, sebenarnya bukan karena aku benci sama kamu, tapi
karena aku ingin menarik perhatian kamu. Itulah yang ingin aku katakan setiap
aku ketemu sama kamu. Tapi, entahlah kenapa aku malah mengatakan hal lain. Aku
tahu. Aku memang sangat bodoh. Hanya lewat tulisan aku bisa mengatakan segala
hal yang aku rasakan tentang kamu. Bahwa aku sayang kamu, aku cinta kamu, aku
bahagia bisa melihat kamu,dan bahkan aku senang kalau kamu marah sama aku.
Karena itu tandanya kamu tahu kalau aku ini ada. Dira, aku benar-benar
frustasi. Apa yang harus aku lakukan? Aku sanggup ngedrum hingga berjam-jam
tanpa lelah, aku sanggup melaksanakan keinginan Papa untuk menjalankan bisnisnya
walaupun aku tidak suka dan mendengar omelannya berhari-hari, tapi kenapa aku
tidak sanggup mengatakan kalau aku cinta kamu, padahal itu tidak ada satu
menit? Begitu
selesai membacanya, Dira segera meraih ponselnya dan mencari nama orang yang
menuliskan kata-kata itu di kontak ponselnya. Ia berlari keluar sembari terus
mencarinya. Ia berharap kalau ia belum menghapusnya. Sialnya, di saat-saat
seperti ini tangannya lambat sekali diajak untuk berkoordinasi. Tanpa ia
sadari, kakinya menyandung undakan batu dan ponselnya jatuh ke dalam kolam.
Dira yang sudah kalut langsung masuk ke dalam kolam untuk mengambilnya. Namun,
sayangnya ponselnya mati begitu kemasukan air.
Kedua
orang tua dan adiknya yang keluar dari rumah heran melihat Dira yang basah
sedang menangis sambil memegangi ponselnya yang mati. Mereka ingin sekali mendengarkan
cerita yang Dira alami sehingga membuatnya menangis, tapi mereka tidak punya
waktu lagi. Mereka harus segera berangkat jika tidak ingin ketinggalan pesawat.
Walaupun basah dan walaupun menangis, Dira tetap masuk ke dalam mobil bersama
keluarganya karena ia tidak punya pilihan lain. Sambil terus terisak, ia
menggenggam ponselnya, berharap kalau ponsel itu berfungsi kembali walaupun itu
tidak mungkin.
***
7 Tahun kemudian
Dira
melangkahkan kakinya ke dalam sebuah gedung pertemuan. Walaupun ia tidak genap
bersekolah selama 3 tahun di SMAN 17 Jakarta, tapi ia tetap menerima undangan
untuk menghadiri reunian angkatannya, sehingga ia jauh-jauh datang dari
Kalimantan ke Jawa. Sebenarnya, alasan utamanya datang adalah ingin melihat
orang itu. Walaupun ia tak banyak berharap karena setelah 7 tahun berselang,
semuanya bisa saja berubah.
Setelah kejadian rusaknya ponsel akibat masuk
ke dalam kolam, sehingga hilangnya semua data yang tersimpan di sana, Dira
menjadi kehilangan kontak dengan hampir seluruh temannya di Jawa. Ia sendiri
heran, bagaimana bisa ia mendapatkan undangan reunian itu.
Setelah
melepas rindu bersama teman-teman lamanya, Dira yang tidak melihat sosok yang
ia cari-cari mulai merasa khawatir kalau orang itu tidak akan datang. Ia mulai
menanyakan keputusannya yang datang jauh-jauh dari Kalimantan dan mengambil
cuti di tengah kesibukannya bekerja, padahal apa yang ia cari tidak ada.
Barulah
saat ia benar-benar putus asa, ia melihatnya. Ia memakai setelan jas yang rapi,
tapi membawa stick drum. Wajahnya tidak banyak berubah. Hanya lebih dewasa,
gagah, dan terkesan lebih cool dari
terakhir Dira melihatnya. Ternyata ia bersama beberapa teman Dira yang lain membuat
kejutan dengan menampilkan sebuah pertunjukan band dengan Nicko sebagai
drummernya. Di saat yang lain bersorak sorai, Dira hanya bisa tersenyum.
Jantungnya berdetak lebih keras lagi, tapi hatinya tenang. Saat melihat pemuda
itu, Dira menjadi lupa kata-kata yang telah ia hafalkan seandainya ia bertemu
dengan Nicko.
Begitu
pertunjukan itu selesai, Dira sudah siap melangkah untuk menemuinya sekedar
untuk menanyakan kabar. Namun, saat dilihatnya seorang perempuan cantik yang
mengulurkan sapu tangan kepada Nicko, hati Dira menjadi sakit dan kecewa.
Seharusnya ia sudah bisa memprediksi hal ini. Namun entah kenapa, hal itu masih
membuatnya sakit. Saat itu juga, ia balik kanan dan pergi menuju pintu keluar
tanpa menghiraukan siapapun lagi.
Sambil
menahan air matanya, Dira terus berjalan meninggalkan gedung itu.
“ Kenapa buru-buru?” tanya sebuah
suara yang sudah ia kenal. Dirapun menoleh dan melihat Nicko yang berdiri tak
jauh dari tempatnya sambil terengah-engah seperti habis berlarian.
“ Memangnya mau kemana?” tanya Nicko
lagi sambil berjalan mendekat karena Dira tidak mengatakan apa-apa.
“ Mmm,” hanya itu yang bisa keluar
dari mulut Dira saat itu.
“ Aku tidak dalam keadaan yang
baik-baik saja, kalau kamu mau tahu kabarku.” Kata Nicko yang seakan-akan tahu pikiran
Dira.
“ Kenapa? Apa kecelakaan dulu masih
meninggalkan sakit?” tanya Dira polos. Nicko mengangguk.
“ Kamu benar. Semua orang bingung
bagaimana menyembuhkannya.” Jawab Nicko dengan wajah serius.
“Apa tidak ada dokter yang mampu
menyembuhkannya?” tanya Dira lagi. Nicko menggeleng.
“ Sebenarnya, aku tahu obatnya, tapi
obat itu sangat sulit didapatkan. Tidak banyak orang yang bisa membantuku.”kata
Nicko. Kini ekspresinya berubah menjadi sedih.
“ Memangnya di mana letak obat itu?
Aku mau membantu jika aku bisa.” Kata Dira mulai khawatir dengan kesehatan
Nicko.
“ Serius kamu mau membantu?” Tanya
Nicko.
“ Ehem. Katakan saja dimana obatnya?”
tanya Dira dengan polosnya. Nicko tersenyum.
“ Dia sekarang ada di depanku. Aku
sakit jika tidak ada dia di sampingku. Tahu tidak, selama ini aku bingung
mencarinya kemana-mana. Barulah beberapa bulan lalu aku aku mendaptkan letak
pastinya. Tapi, seperti yang aku katakan tadi, obat ini sangat sulit
didapatkan. Aku takut, kalau aku mendekat ia akan menjauh. Oleh karena itu,
selama ini aku hanya bisa mengawasinya dari jauh.” Kata Nicko. Dira hanya bisa
menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Nicko tersenyum lebar.
“ Aku merindukanmu, tahu tidak?
Bagaimana mungkin kamu tega meninggalkanku tanpa mengatakan apapun? Bagaimana
mungkin kamu bisa mengacuhkan pengakuanku lewat notes yang aku titipkan lewat
anak kecil waktu itu?aku benar-benar tidak habis fikir. Setelah membuatku jatuh
cinta, dan jatuh cinta lagi, kamu pergi begitu saja? Kenapa kamu tega sekali sih?” mendengar pengakuan
itu, Dira sudah tidak mampu lagi membendung air matanya. Seketika ia menangis
di depan Nicko.
“ Maaf.”katanya di tengah isak
tangisnya. Nicko menyeka air matanya sambil tersenyum.
“ Tidak semudah itu aku memaafkanmu.
Terlebih atas kebohongan waktu itu. Ingat?” Dira terkejut. Ternyata Nicko memang
tidak melupakan hal itu.
“ Jadi, apa yang harus aku lakukan
agar kamu memaafkanku?” tanya Dira.
“ Jangan buat aku menunggu lagi,
karena walaupun aku tidak keberatan akan hal itu, aku takut aku akan kehilangan
kamu lagi. Oleh karena itu, jadilah wanita kokoh di belakangku, tetaplah di
sisiku, agar aku bisa menjaga dan melindungimu.”kata Nicko lembut sambil
tersenyum. Mau tak mau Dira pun ikut tersenyum. Ia sudah tidak memikirkan siapa
wanita cantik yang ia lihat tadi dan apa hubungannya dengan Nicko karena ia
tahu, bahwa Nicko berkat jujur. Ia mengangguk dan merasakan bahwa semua
perasaan yang mengganjal di hatinya selama ini telah sirna. Kali ini, ia tidak
akan melakukan kebohongan lagi mengenai apa yang ia rasakan.
TAMAT
thank's for sharing :)
BalasHapus