Senin, 10 November 2014

LOVE WITHOUT LIE
 by : Dwi Arianita Wulan Sari
at : http://dwiawulans.blogspot.com


“ Nicko kecelakaan. Kabarnya dia akan kehilangan sebagian ingatannya.” Terang Niken ketika Dira tiba di sekolah.
 Entah reaksi apa yang harus diberikan Dira terhadap berita yang didengarnya. Yang jelas ia sangat bahagia. Ya, ia sangat senang mendengar kabar tersebut. Siapa sangka Nicko si tukang jail sedunia yang tak pernah membiarkan hidup Dira tenang barang sedetikpun akan mengalami musibah seperti itu. Namun, Dira tidak bisa meluapkan ekspresi bahagianya di depan Niken karena Niken pasti akan menyebut dirinya jahat karena tak bisa mengerti penderitaan teman. Tapi, Nicko kan bukan temannya. ia adalah musuh terbesar Dira di dunia ini.
“ Aku tahu kamu benci Nicko. Tapi please, ntar pulang sekolah kamu juga ikut jenguk dia ya. Bagaimanapun juga, dia kan teman sekelas kita.” Kata Niken lagi karena tak mendapat respon dari Dira. Teman? Sekali lagi Dira memikirkan tentang apa arti kata itu. apakah teman itu adalah seseorang yang akan terus mengganggu ketentraman hidupnya? Apakah teman itu adalah seseorang yang akan memulai pertengkaran terus setiap kita bertemu dengannya? Kalau iya, maka benar kalau Nicko adalah temannya. Namun, karena tidak mau mengecewakan Niken dan yang lainnya, Dira pun mengangguk walaupun ia tidak ikhlas dengan keputusannya.
***
“ Kamu yang namanya Dira?”
Dira terkejut ketika mendengar ada yang memanggilnya. Saat itu, ia dan teman sekelasnya sedang berada di rumah sakit untuk menjenguk Nicko yang ternyata sudah sadar. Namun, untuk bertemu dengannya mereka harus bergantian. Karena Nicko masih membutuhkan ketenangan untuk kesembuhannya.
Ternyata itu adalah mamanya Nicko. Dilihatnya mata perempuan cantik yang wajahnya mirip dengan Nicko itu sembab, tanda bahwa ia selesai menangis. Tapi, untuk apa ia memanggilnya? Dira pun penasaran juga.
“ Benar Tante. Ada apa ya?” tanya nya.
“ Bisa bicara sebentar?” tanya mamanya Nicko lagi. Dira pun mengangguk lalu segera mengikuti mamanya Nicko tersebut ke tempat yang lebih sepi untuk menjaga privasi mereka.
“ Perkenalkan, saya Tante Fia, mamanya Nicko.” Dira tersenyum sambil menjabat tangan Tante Fia. Ia rasa ia sudah tidak perlu memperkenalakan diri lagi karena Tante Fia sudah tahu namanya.
“ Kamu pasti sudah tahu perihal musibah yang dialami Nicko.” Kata Tante Fia dengan suara bergetar karena menahan tangis. Dira pun mau tak mau merasa iba juga. Ternyata, cowok berandalan yang kerjaanya mengusili temannya itu mempunyai seorang ibu yang lembut dan penyayang. Hal ini berbeda 180° dari sifat Nicko di sekolah.
“ Dokter bilang, Nicko akan kehilangan sebagian ingatannya.” Lanjut Tante Fia.
“ Begitulah yang saya dengar dari teman-teman Tante.” Kata Dira.
“ perihal Tante memanggil kamu ke sini, karena tante ingin menunjukkanmu ini.” Kata Tante Fia lagi sambil mengelurkan sesuatu dari tasnya. Ternyata itu adalah sebuah buku note berukurn sedang, yang biasa untuk menulis sebuah catatan. Tapi untuk apa? Tidak mungkin Tante Fia akan menunjukkan isi diarynya pada Dira kan?
“ Kemarin, setelah Tante mendengar kabar dari dokter mengenai hilangnya sebagian memori Nicko, Tante langsung pulang ke rumah untuk membawa barang-barang penting yang sekiranya bisa membantu Nicko untuk segera mendapatkan ingatnnya kembali. Dan Tante menemukan buku ini di dalam kamarnya.” Kata Tante Fia, kemudian ia menyerahkan notes itu pada Dira.
            Dira sangat terkejut karena notes itu penuh dengan tulisan... namanya! Ya ampun, sebegitu bencikah Nicko padanya sampai harus memenuhi bukunya dengan penuh tulisan namanya? Pikir Dira. Ia membayangkan ekspresi marah Nicko saat ia menuliskan nama Dira dalam notes itu.
“ Dari buku itu, Tante yakin kalau kamu adalah teman yang berarti bagi Nicko. Jadi, kalau boleh Tante minta tolong, tolong bantulah Nicko agar ingatannya bisa segera kembali.”
Apa lagi ini? Belum selesai Dira terkejut dengan apa yang dibacanya, sekarang Tante malah salah sangka padanya. Kalau bukan karena Tante sedang mengalami musibah yang menimpa anaknya, pasti Dira akn langsung menjelaskan kalau beliau salah paham mengenai hubungannya dengan Nicko. Ia dan Nicko bisa dibilang bagaikan kucing dan anjing jika mereka bertemu, tapi hanya gara-gara notes ini, Tante Fia malah salah paham.
            Namun, melihat ekspresi Tante Fia yang pasti sangat mengharapkan bantuannya, Dira menjadi tidak kuasa untuk menjelaskan semuanya. Maka, sekali lagi walaupun ia tidak ikhlas, iapun mengangguk. Bagaimana bisa ia mengembalikan ingatan Nicko, kalau sebenarnya ia mengharapkan ingatan Nicko tidak akan pernah kembali?
“ Terima kasih. Tante tahu kalau kamu adalah anak yang baik.” Kata Tante Fia sambil menggenggam tangan Dira dengan mata berkaca-kaca. Dirapun memaksakan senyum sambil mengucapkan kalau ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu Nicko. Hanya basa-basi tentunya.
***
“ Niken, kamu pindah ke belakang ya.” Teriak Pak Heri. Pagi itu, untuk pertama kalinya setelah mengalami kecelakaan Nicko masuk sekolah lagi, dan Pak Heri langsung menempatkannya duduk bersama Dira! Dira yakin kalau Tante Fia pasti ada di balik semua ini.
“ Nicko, kamu duduk sama Dira ya.” Kata Pak Heri pada Nicko yang berdiri di sebelahnya. Nickopun segera menuju ke bangkunya. Karena tidak setuju dengan keputusan ini, tapi Dira juga tidak berani membantah, maka ia pun hanya diam dengan berpura-pura membaca buku. Ia merasa Nicko melihatnya, namun ia hanya mengacuhkan cowok itu.
            Pagi itu, karena ada rapat di ruang guru, maka Pak Heri hanya memberikan tugas di kelas Dira. Tidak seperti biasanya Dira akan bersyukur atas kesempatan emas ini. Namun, kali ini ia hanya terpekur, dengan mengutuk dirinya sendiri atas nasib sial yang dialaminya. Bagaimana tidak, dengan ketidakhadiran Pak Heri, tentu saja Nicko bisa bebas melakukan apapun.
“ Kamu Dira kan?” tuh kan, pikir Dira.
“ Hmm.” Jawab Dira ogah-ogahan.
“ Kata mama, kamu adalah temen dekat aku kalau di sekolah.” Kata Nicko. ‘ya, kita dekat. Dekat dalam hal bertengkar.’ Pikir Dira. Namun, tentu saja ia tak mengutarakannya.
“ Hmm.” Jawab Dira sebagi gantinya. Ia sama sekali tidak memandang wajah Nicko.
“ Mama juga bilang kalau kamu bersedia membantuku untuk mengembalikan ingatanku.” Kata Nicko lagi.
“ Hmm.” Jawaban yang sama dari Dira dan dengan ekspresi yang sama pula. Terjadi jeda cukup lama. Dira bersyukur karena ia pikir Nicko sudah menyerah untuk bertanya-tanya padanya. Tapi kemudian,
“ Apa kamu selau begini?” Tanya Nicko. Dira hampir saja menjawab dengan jawaban yang sama kalau saja ia tidak mencerna maksut pertanyaan Nicko. Ia pun terkesiap dengan maksut pertanyaan ini. Maka, kali ini ia menoleh pada cowok yang duduk sebangku dengannya itu. sebenarnya kalau diperhatikan, wajah Nicko saat polos begini lucu jugga. Tidak seperti biasa yang selalu memberikan cengiran tidak jelas pada Dira.
“ Apa maksut kamu?” tanya Dira ketus. Nicko sedikit bingung memberikan jawabannya karena tidak menduga bahwa Dira akan memberikan respon seperti itu.
“ Ya... selalu memberikan jawaban singkat untuk merespon seseorang.” Jawab Nicko pada akhirnya. ‘Jutek’. Sebenarnya itulah yang ingin dikatakannya. Namun ia urungkan karena takut menyakiti perasaan Dira.
            Dira memikirkan jawaban Nicko sejenak. ‘ Ya, kalau sama kamu.’ Katanya. Tapi tentu saja itu hanya berada di pikirannya saja.
“ Enggak. aku selalu biasa aja.” Jawab Dira.
“ Tapi, kenapa...”
“ Kamu gak tahu kalau kita sedang diberi tugas?” jawab Dira dengan sebuah pertanyaan bahkan sebelum Nicko selesai menyelesaikan pertanyaannya. Kemudian ia kembali mengacuhkan Nicko lagi dengan alasan untuk mengerjakan tugasnya. Namun, selama pelajaran itu berlangsung, Dira merasa bahwa sedari tadi Nicko banyak melirik padanya. Karena tidak nyaman diperlakukan begitu, maka iapun kembali bertanya pada Nicko.
“ Kamu gak ngerjain?”
“ Aku rasa kamu sudah tahu apa masalahku. Iya kan? Aku lupa apa maksut semua soal-soal ini. Bahkan bacaan dari bab ini pun sepertinya aku baru kenal.” Jawab Nicko dengan tampang polosnya. Membuat Dira ingin tertawa sebenarnya, tapi ia hanya menggelengkan kepalanya.
            Akhirnya, sepanjang pelajaran itu mau tak mau Dira harus sedikit-sedikit mengajari Nicko untuk mengerjakan soal-soal tersebut. Nicko memang menyebalkan, tapi dalam hal pelajaran menurut Dira sama sekali tidak fair jika ia harus membiarkan Nicko kesulitan menghadapi masalah ini sendiri. Untunglah Nicko adalah golongan murid yang cepat menangkap sesuatu yang diajarkan padanya. Jadi, Dira tidak terlalu merasa bekerja keras untuk mengajarinya.
***
“ Kamu gak ke kantin?” tanya Nicko di jam istirahat pada Dira.
“ Gak. Males.” Jawab Dira masih dengan keketusannya.
“ Kamu sendiri?” tanya Dira lagi, karena merasa terlalu berlebihan dalam bersikap pada Nicko.
“ Hmm, entahlah. Selain kamu aku merasa tidak kenal siapapun disini. Arah ke kantin aja aku juga gak ingat.” Jawab Nicko tampak sedih. Sedikit perasaan di hati Dira tergerak, namun ia langsung mengenyahkannya.
“ Jadi, sebenarnya kamu ingin ke kantin gak?” Tanya Dira dengan nada kesal.
“ Hmm, pingin sih.” Jawab Nicko malu-malu.
Dira menghela nafas panjang.
“ Ikut aku.” Katanya singkat lalu segera beranjak dari bangkunya. Dengan semangat Nicko mengikuti Dira.
***
“ Sebenarnya, sebatas apa memori kamu yang masih kamu ingat?” tanya Dira iseng.
“ Entahlah, yang jelas aku masih ingat sebagian memoriku saat SMP. Kalau memori saat SMA,... aku tidak yakin. Seakan-akan semuanya hanya sepotong film yang berkelebat di pikiranku aja.” Jawab Nicko sebelum melahap baksonya.
            Tiba-tiba munculah sebuah ide dari pikiran Dira. Selama ini ia selalu percaya kalau Tuhan pasti akan memberikan semua yang terbaik untuknya. Dan sekarang, barulah Dira sadar kalau permintaan Tante Fia padanya pasti adalah salah satu jalan yang diberi Tuhan untuk memberikan hidup yang terbaik baginya. Kenapa tidak terfikrkan sejak dari dulu? Dira tersenyum penuh kepuasan atas kecemerlangan idenya.
“ Hmm, jadi kamu juga gak ingat kehidupan kamu di SMA ini?” tanya nya untuk memancing Nicko. Nickopun menggeleng dengan sedih.
“ Kamu mau aku ceritain?” tanya Dira lagi dengan tersenyum berharap Nicko akan masuk ke dalam perangkapnya.
            Mendengar tawaran Dira, tentu saja Nicko mau. Sebenarnya sudah sejak tadi pagi ia ingin meminta Dira menceritakan sekelumit kisah hidupnya sebelum kecelakaan. Tapi ia urungkan karena melihat sikap Dira yang sepertinya membencinya. Bahkan, ia sempat curiga mengenai kebenaran bahwa sebenarnya Dira itu adalah teman dekatnya karena ia sama sekali tak melihat sorot persahabatan dari mata Dira. Tapi siang ini? Bagaimana mungkin Dira bisa berubah begitu saja? Namun, Nicko tak mau memikirkannya lebih lanjut karena tak ingin melewatkan kesempatan emas ini.
“ Tentu saja mau.” Jawab Nicko dengan penuh semangat. Mendadak senyum lebar mengembang dari mulutnya. Begitu pula dengan Dira. Ia sangat senang karena Nicko berhasil masuk ke dalam perangkapnya.
            Sebenarnya, inilah rencana Dira. Ia bermaksut memanfaatkan peluang hilangnya sebagian ingatan Nicko dengan mengganti cerita kehidupan Nicko dengan cerita rekaannya sendiri. Kalau ia jujur menceritakan cerita yang sebenarnya, tentu saja Nicko akan tahu bahwa aktivitas sehari-harinya adalah mengganggu hidup Dira, dn jika Nicko tahu hal ini, pasti ia akan berbuat yang sama lagi padanya. Oleh karena itulah, ia akan mengarang kehidupan Nicko sesuai keinginannya.
“ Apa yang ingin kamu tahu?” tanya Dira sama semangatnya dengan Nicko.
“ Semuanya. Hm,,tapi pertama-tama ceritakan siapa saja teman dekat aku selain kamu. Mama bilang, aku sama sekali gak pernah bawa temen main ke rumah. Jadi,beliau gak tahu siapa-siapa saja teman dekat aku selain kamu.” Jawab Nicko.
“ Mama kamu bener. Sebenarnya, kamu memang gak punya temen selain aku.” Kata Dira. Dalam hati ia tertawa geli karena kebohongnnya. Dilihatnya ekspresi terkejut dari Nicko yang ia tangkap.
“ Bagaimana bisa?” tanya Nicko terkejut karena jawaban Dira. Ia sama sekali tidak menyangka kalau ternyata di SMA ini ia tak pandai bergaul. Padahal, seingatnya saat SMP dulu semua anak ingin sekali berteman dengannya.
“ Yah, jujur... sebenarnya kamu itu sedikit nyebelin sih. Mungkin karena itu kamu jadi gak punya temen.” Jawab Dira dengan entengnya.
“ Aku rasa semua orang pasti punya sisi nyebelin dari diri mereka masing-masing. Aku masih gak peracya kalau hanya gara-gara masalah itu, mereka gak mau temenan sama aku.” Kata Nicko. Dira cepat-cepat memutar otaknya untuk menemukan alasan baru.
“ Yah, coba kamu pikir aja sendiri. Gimana perasaan kamu kalau ada anak yang setiap hari ngejailin kamu, ngusilin kamu, dan selalu buat kamu marah setiap kalian bertemu. Apa kamu mau temenan sama anak macam kayak gitu?” jawab Dira pada akhirnya, karena tidak  menemukan alasan lain, maka ia menggunakan kisahnya sendiri sebagai alasannya.
            Tampak Nicko sedang berpikir keras. Lebih tepatnya ia memikirkan apakah dulunya ia memang sekejam itu. kalau iya, berarti dia memang benar-benar orang yang jahat. Tentu saja, ia sendiri tidak akan mau berteman dengan orang macam itu. syukur-syukur Dira masih mau berteman dengannya. Tunggu, lalu kenapa Dira mau berteman dengannya kalau ia memang sejahat itu?
“Tunggu, kalau aku memang sejahat itu, kenapa kamu masih mau berteman dengan ku?” tanya Nicko akhirnya mengutarakan pikirannya.
            Dira buru-buru mencari alasan lagi. Tidak disangkanya kalau Nicko akan mempertanyakan hal ini.
“ Karena,...” kata Dira masih berusaha mencari alasan. Sial, di saat seperti ini otaknya serasa tidak mau berfungsi. Tampak Nicko masih menunggu jawabannya.
“ Karena kamu tidak berani mengganggu ku.” Jawab Dira akhirnya. Dalam hati ia mengutuki dirinya sendiri karena menghasilkan jawaban bodoh macam itu. benar-benar jawaban yang tidak logis. Tampak Nicko mengerutkan keningnya, tanda bahwa ia masih belum percaya begitu saja. Tentu saja, bagaimana mungkin dia bisa percaya dengan alasan bodoh seperti itu. pikir Dira dalam hati.
“ Aku, tidak berani mengganggumu? Bagaimana bisa, kamu tadi bilang kalau aku ini anak yang super jail, yang kerjaannya selalu menjaili semua orang.” Kata Nicko dengan menitikkan kata “ semua orang “.
“ jadi, bagaimana bisa aku tidak berani mengganggu mu?” lanjutnya. Dira memutar bola matanya, berusaha mencari inspirasi untuk ceritanya.
“ Yah, sebenarnya kamu dulu pernah menjaili aku juga sih.” Jawab Dira menerawang untuk kesempurnaan cerita rekaannya.
“ Lalu?” tanya Nicko masih sangat penasaran.
“ Tapi, kejailan kamu gak mempan buat aku. Karena jujur saja, aku beda dengan anak-anak yang lain. Kalau mereka bisa dengan mudah saja kamu kerjain. Tapi, setiap kali kamu mau ngerjain aku, aku selalu saja bisa menghindar. Akhirnya, kamu menyerah dan memohon padaku untuk memberitahukan rahasia kenapa aku selalu saja bisa menghindari keusilan kamu. Sejak itulah, kita berteman baik. “ jawab Dira dengan polosnya. Sengaja ia tampakkan kalau ia sedikit hebat agar Nicko tidak menganggap remeh dirinya.
“ Jadi begitu.” Jawab Nicko sambil menganggukkan kepalanya. Dira pun puas karena sepertinya Nicko sudah mulai percaya dengan kata-katanya.
“ Memangnya, apa kunci kamu sampai selalu bisa menghindari keusilan aku?”
            Dira terhenyak. Pertanyaan seperti ini sama sekali tidak ia antisipasi sebelumnya.
“ Acara TV.” Jawabnya pada akhirnya. Ia benar-benar tidak bisa menemukan alasan yang lebih baik lagi. Saat dilihatnya acara TV yang ditayangkan di kantin saat itu, alasan tersebut muncul begitu saja tanpa ia proses terlebih dahulu.
“ Acara TV?” Tanya Nicko tampak kembali meragukan kebenaran cerita Dira.
“ Ya, aku adalah penggemar berat acara TV yang menayangkan bagaimana orang-orang menjaili teman, atau kekuarga mereka. Dari situlah aku belajar bagaimana caranya agar aku tidak ikut termakan jebakan kamu. Sayang, acara tersebut sekarang sudah tidak ditayangkan lagi.” Jawab Dira berusaha memberikan wajah sedihnya. Padahal, acara tersebut ada di TV pun sebenarnya ia juga tidak tahu.
            Dilihatnya Nicko kembali menganggukkan kepalanya.
“ Hmm, jadi sebaiknya aku segera meminta maaf kepada mereka.” Kata Nicko sambil memandang murid-murid yang ia rasa dari tadi memperhatikan dirinya dan juga Dira.
“ Jangan!” seru Dira seketika. Jika Nicko menemui murid lain, tentu saja rencananya akan berantakan. Percuma saja ia mengarang semua cerita tadi kalau hanya akan bertahan selama beberapa menit saja.
“ Kenapa? Kalau aku berbuat kesalahan, bukankah sebaiknya aku segera meminta maaf? Lagipula, peluang mereka memaafkanku pasti besar, mengingat keadaanku sekarang, mereka pasti punya sedikit rasa iba kan?” tanya Nicko yang tidak mengerti jalan pikiran Dira.
“ Kamu tidak mengerti. Mungkin kamu mengira mereka memperhatikan kita karena mereka punya sedikit rasa kasihan sama kamu.” Kata Dira. Dari tadi ia memang menyadari kalau banyak pasang mata yang memperhatikan dirinya dan Nicko. Namun, ia sadar betul, bahwa arti tatapan mereka sesungguhnya adalah karena mereka heran kalau ia dan Nicko bisa rukun, bahkan mengobrol akrab.
“ Tapi, mereka sama sekali tidak punya perasaan itu, Nicko. Apa kamu tidak mengerti? Mereka menatap kamu dengan tatapan mensyukuri. Coba deh pikir, buat apa mereka memperhatikan kita kalau mereka hanya merasa kasihan ke kamu?” jawab Dira lancar di tengah kegugupan karena rencananya bisa gagal begitu saja.
            Nicko melirik sekilas ke sekitarnya setelah mendengar jawaban Dira. Dalam hati ia mulai benar-benar percaya dengan semua yang dikatakan Dira. Bagaimana mungkin mereka memaafkan dirinya begitu saja setelah apa yang dia perbuat? Dan bagaimana mungkin dia bisa berpikir kalau mereka akan kasihan kepadanya setelah musibah yang ia alami? Tentu saja mereka akan mensyukurinya. Bodoh sekali aku ini. Kata Nicko dalam hati.
“ Kamu bener, Dir. Makasih ya kamu udah mau jadi temen aku.” Kata Nicko pelan. Setelah itu ia menjadi tidak nafsu makan.
            Dalam hati Dira bersorak gembira. Ia sangat senang bisa melihat wajah musuhnya yang sedang tertekuk itu. apalagi, dirinyalah yang membuat ekspresi wajahnya seperti itu. ditambah lagi, rencananya pasti akan berhasil. Karena Nicko sudah percaya sepenuhnya kepadanya, otomatis ia bisa membentuk karakter Nicko seperti yang diinginkannya.
“ Sama-sama, Ko.” Jawab Dira sambil tersenyum. Bukan senyum tulus sebenarnya, tapi senyum kebanggaan karena keberhasilannya.
***
“ Aku lihat, kamu jadi akrab sama Nicko.” Kata Niken saat ia dan Dira pulang sekolah bersama.
Yah, kalau bukan karena Tante Fia, aku juga gak mau kali akrab sama dia. Pikir Dira. Tapi kemudian ia sadar kalau Niken dan teman-teman sekelasnya bisa menjadi ancaman untuk keberhasilan rencananya. Kalau tiba-tiba mereka menceritakan kejadian yang sesungguhnya kepada Nicko, tentu saja rencananya bisa berantakan.
“ Niken, aku bisa minta tolong gak?” tanya Dira sambil memasang wajah memelas.
“ Minata tolong apa?” tanya Niken.
“ Kamu bener. Lama kelamaan aku memang merasa bosan dengan permusuhanku sama Nicko. Dan aku, ingin memperbaiki hubungan pertemanan kami. Oleh karena itu, kalau kamu bersedia, tolong biarkan aku menyelesaikan masalah kami berdua ini dulu. Jangan sampai temen-temen yang lain merecoki, sehingga hubungan kami akan tetap sama seperti dulu. Tentunya, kamu ingin aku dan dia berbaikan kan?” kata Dira berusaha berkata halus. 
            Tampak Niken menatapnya. Ia sangat mengerti apa yang Dira inginkan. Ia tdak ingin dirinya atau teman-teman sekelasnya yang lain dekat-dekat dengan Dira dan Nicko sebelum mereka berdua berhasil berbaikan. Kira-kira, itulah maksut Dira sesungguhnya.
“ Tentu saja aku bersedia. Gak ada berita yang lebih membahagiakan selain mendengar berita kalau kalian bisa berbaikan. Aku akan bilang ke temen-temen yang lain. Tenang saja.” Jawab Niken tulus.
            Dalam hati Dira merasa bersalah karena telah membohongi sahabatnya. Tapi, mau bagaimana lagi, semua tujuan besar membutuhkan pengorbanan bukan?
***
“ halo!” sapa Dira sore harinya dengan orang yang meneleponnya.
            Sore itu, ia sedang mengerjakan PR nya yang jumlahnya selalu saja menggunung. Dan tiba-tiba, ada telfon masuk ke ponselnya. Entah siapa, karena ia sama sekali tidak mengenal nomor yang tertera di ayar ponselnya.
“ Ini Dira?” tanya suara yang berada di seberang. Cowok? Batin Dira. Namun ia masih belum tahu ia siapa.
“ Ini siapa ya?” tanyanya.
“ Ini Nicko.” Ah, seharusnya aku sudah bisa menebak. Siapa yang selalu menggangguku selain dia. Pikir Dira dalam hati. Tanpa sadar, ia menjadi terbengong sendiri.
“ Hallo, Dir? Kamu masih di sana?” tanya Nicko dari seberang.
“ Hmm.” Jawab Dira ogah-ogahan.
“ Dari mana kamu tahu nomor ponsel ku?” tanya Dira penasaran karena ia dulu sama sekali tidak pernah punya kontak dengan Nicko. Dan tentu saja Nicko sama sekali tidak punya teman untuk ia tanyai.
“ Aku menemukan nama kamu di kontak ponsel ku. Lagian, masak aku gak punya nomer ponselnya temen aku sendiri sih?” Jawab Nicko.
            Dira pun heran, bagaiman bisa Nicko dulu menyimpan nomor ponsel musuhnya? Namun, Dira tidak terlalu mempermaslahkan hal ini lebih lanjut karena hal itu berhasil menyelamatkan kebohongan yang ia ciptakan.
“ Ngapain kamu nelfon aku?” tanya Dira to the point karena malas bicara dengan musuhnya itu.
“ Begini, kalau boleh aku mau minta pertolongan kamu lagi. Karena kamu teman satu-satunya yang aku punya, jadi hanya kamu yang bisa aku mintai pertolongan.” Kata Nicko terdengar putus asa. Dira tersenyum mendengarnya.
“ Minta tolong apa?” tanya Dira.
“ Begini Dir. Karena amnesiaku ini, aku jadi tidak bisa mengingat pelajaran-pelajaran yang diajarkan di sekolah sebelum aku kecelakaan. Mama masih mencarikan guru prifat untukku, tapi sampai sekarang, beliau belum dapat. Jadi, kalau kamu tidak keberatan, kamu bisa gak mengajariku pelajaran-pelajaran yang tidak aku ingat itu?” tanya Nicko.
            Konflik batin sedang bergumul di dalam hati Dira. Sebagai musuh Nicko dari dulu ia sangat mengharapkan Nicko bisa hancur sehancur-hancurnya. Tapi, sebagai pelajar, ia juga tidak ingin ada sesama generasi bangsa yang menderita karena ingatan akan ilmunya hilang seperti ia kehilangan memorinya. Setelah terdiam cukup lama, Dira tidak memberikan jawaban, akhirnya Nicko memberanikan diri untuk bertanya.
“ Bagaimana Dir? Mau ya? Pleaseee...” katanya memohon. Dira pun menghela nafas panjang sebelum memberikan jawabannya.
“ Baiklah, tapi sampai kamu menemukan guru prifat ya.” Katanya tak berdaya.
“ Oke. Kalau sekarang aku ke rumahmu, bisa gak?” tanya Nicko dengan nada bahagia.
“ Memangnya kamu sudah boleh pergi keluar?” Tanya Dira yang heran karena setelah mengalami kecelakaan tampaknya Nicko masih saja bebas seperti tidak pernah mengalami musibah apa-apa.
“ Boleh, asalkan dianter pak sopir. Oh ya, rumah kamu di mana?” tanya Nicko.
            Akhirnya, setelah memberitahu alamat rumahnya, Nicko menutup telfonnya agar bisa bersiap-siap untuk segera berangkat ke rumah Dira.
***
            Ketika Nicko datang, Dira sudah menunggu di teras belakang rumahnya dengan setumpuk buku di atas meja. Namun, bukan belajar yang dia sedang kerjakan. Melainkan sedang membaca majalah.
“ Makasih.” Ucap Nicko kepada mama Dira yang baru saja mengantarnya ke teras belakang untuk menemui Dira. Namun, Dira tidak terlalu mengacuhkannya. Ia masih saja membaca majalahnya walaupun Nicko sudah duduk di hadapannya.
“ Apa yang kamu baca?” tanya Nicko yang merasa Dira lebih tertarik dengan majalah yang dibacanya daripada kedatangannya.
“ Band The Most-Q yang katanya mau ngadain konser di Jakarta.” jawab Dira. The most-Q adalah band faforit Dira sejak awal debut mereka. Ketika pertama kali melihatnya, Dira sudah langsung jatuh cinta dengan semua personilnya. Ketika membicarakan The Most-Q, ia seakan lupa segalanya, bahkan lupa kalau musuhnyalah yang berbicara padanya.
“ The Most-Q? Band asal Amerika itu? kapan? Itukan band faforit aku.” Seru Nicko setelah mendengar jawaban Dira dengan nada yang tak bisa menyembunyikan rasa senangnya.
“ Benarkah?” tanya Dira yang sangat terkejut. Setelah Nicko datang, ia baru mengalihkan perhatiannya dari majalah itu ketika ia mendengar berita ini. Walaupun sudah memulai debut sejak Dira masih SMP dulu, ia masih belum menemukan teman yang juga mengidolakan Band ini. Karena band ini beraliran pop-rock yang sama sekali bukan aliran kesukaan para cewek. Baru kali inilah ia menemukan sesama pengidola The Most-Q, dan tertanya dia adalah musuhnya. Namun, untuk masalah band favoritnya ini, ia sama sekali tidak pandang bulu. Walaupun itu adalah musuh terbesarnya, ia sama sekali tidak masalah.
“ Iya. Aku masih ingat kalau tentang mereka. Mereka adalah Band favoritku sejak SMP dulu.” Kata Nicko yang masih tersenyum lebar. Sebagian karena mendengar kabar baik tentang Band favoritnya yang akan mengadakan konser, sebagian lagi karena Dira yang sudah meresponnya.
“ Jadi kapan konsernya?” tanyanya lagi ketika Dira masih belum memberikan tanggapan.
“ Hmm, masih belum tahu. Ini kan masih rencana.” Jawab Dira yang masih setengah percaya gak percaya karena telah menemukan teman sesama pengidola The most-Q.
“ Kamu beneran ngefans sama The most-Q?” tanyanya lagi untuk meyakinkan kalau ia tidak salah dengar.
“ Iya. Kamu mau aku jawab sampai berapa kali?” jawab Nicko sambil mengangguk antusias.
“ Wah, aku sama sekali tidak menyangka bisa menemukan sesama idola The Most-Q. Sejak SMP aku melihat debut mereka, aku sama sekali tidak mengenal siapapun yang mengidolakan mereka juga. Padahal mereka keren banget.” Kata Dira yang merasa sangat bahagia. Serasa telah menemukan penyelamat setelah terdampar di pulau tak berpenghuni sendirian.
“ Jadi kamu ngefans sama The Most-Q juga?” tanya Nicko. Dari tadi ia pikir kalau Dira hanya kebetulan membaca artikel tentang band itu di majalah.
“ Iyalah. Kamu pikir kenapa dari tadi aku serius sama majalah ini?” jawab Dira dengan sebuah pertanyaan juga.
“ Yah, aku jarang menemukan cewek yang juga mengidolakan mereka.” Jawab Nicko.
“ kamu bener. Tapi itu karena mereka gak tahu aja kalau the most-Q itu keren banget.” Kata Dira.
“ Setuju!” seru Nicko sambil tertawa. Dirapun ikut tertawa.
“ Eh, kalau mereka konser, kita harus nonton bareng nih.” Celetuk Nicko tiba-tiba. Dirapun langsung terdiam. Bukan apa-apa, tapi Nicko kan musuhnya. Masak ia mau pergi ke konser bareng musuh besarnya?
“ Gimana? Aku rasa orang tua aku akan allow aja kalau mau nonton konser gitu aja.” Kata Nicko lagi ketika Dira yang masih belum memberikan jawaban.
“ Hmm, gimana ya.” Kata Dira masih bingung. Di lain pihak ia sangat ingin melihat konser itu, tapi tentu saja orang yang bisa pergi bersamanya hanya Nicko saja. Namun, di lain pihak lagi, ia tidak bisa membayangkan pergi ke konser bareng musuhnya. Gak pernah terbayang di pikirannya sama sekali.
“ Ayolah Dir, The Most-Q kan jarang banget ngadain konser di Indonesia. Masak konser perdana mereka di Indonesia gini mau kamu lewatin gitu aja.” Bujuk Nicko dengan tampang polosnya.
Tentu saja enggak. tapi, kenapa harus pergi sama kamu? Pikir Dira.
“ Mau ya, selain kamu kan aku udah gak punya temen nonton lagi. Yang ngefans sama The most-Q lagi selain kamu juga aku gak tahu.” Kata Nicko lagi masih belum putus asa.
            Akhirnya, Dira mengangguk. Demi The Most-Q, akan ia kesampingkan sebutan musuh itu untuk satu malam saja.
“ Beneran? Yei!” seru Nicko yang tidak bisa menyembunyikan perasaan gembiranya.
            Maka, sore itu mereka menghabiskan waktu bukan hanya dengan belajar. Malah, sebagian waktu mereka, mereka habiskan dengan membahas The Most-Q. Barulah ketika hari sudah mulai gelap Nicko beranjak pulang dengan tanpa hasil belajar yang membantu. Namun ia merasa senang karena teman yang ia anggap teman dekatnya ternyata juga mengidolakan band favoritnya. Ditambah lagi, kenyataan itu diperolehnya setelah ia mengalami hilang ingatan. Entah kenapa, ia menjadi sangat senang.   
***
“ Aku sudah tahu kapan The Most-Q konser!” seru Nicko ketika Dira baru saja menginjakkan kakinya di kelas. Seperti sebelum-sebelumnya, ia selalu lupa status Nicko di matanya kalau membahas masalah The Most-Q. Begitu pula dengan pagi ini. Ia langsung tersenyum sumringah ketika mendengar berita yang sangat dinantikannya sejak ia membaca artikel mengenai konser itu pertama kali di majalah.
“ Oh ya? Kapan?” Tanyanya langsung tanpa menunggu duduk di bangkunya.
“ kira-kira sebulan lagi. Sabtu,17 November.” Jawab Nicko tampak bangga karena telah memberitahukan kabar tersebut.
            Akhirnya, hari itu dimana ada waktu untuk mengobrol, mereka selalu membicarakan konser tersebut. Mereka tidak menyadari semua mata yang memandang ke arah mereka dengan berbagai arti.
***
            Sore itu, seperti ada peraturan tak tertulis yang harus ditaati, Nicko kembali belajar di rumah Dira. Walaupun ia sudah punya guru prifat, tapi setiap ada waktu ia selalu berkunjung ke sana. Entah itu benar-benar untuk belajar, ataupun mengobrol hal-hal lain.
            Namun, walaupun begitu, Dira sama sekali tidak merasa keberatan. Tidak seperti pertama kali ia bersedia menjadi teman Nicko. Lama kelamaan ia merasa connect saat ngobrol dengan cowok itu. hal-hal yang teman-temannya tidak mengerti, Nicko selalu mengerti, sehingga apapun yang Dira katakan, Nicko selalu bisa mengimbangi arah pembicaraan mereka.
            Tanpa Dira sadari, ketika ia membutuhkan teman berbagi cerita, ia selalu menghubungi Nicko terlebih dahulu. Ketika ia merasa senang ataupun sedih, Nicko lah yang selalu menjadi pendengar setia ceritanya. Tidak seperti temannya yang lain, Nicko selalu ada ketika ia membutuhkannya. Ia memang tidak lupa apa status Nicko sebenarnya bagi dirinya, tapi setiap bersama cowok itu, status tersebut menjadi seakan-akan tidak penting lagi.
***
Malam sebelum konser The Most-Q... .
“ Dir, gak kerasa konsernya besok lho. Gimana perasaan kamu?” tanya Nicko lewat telfon.
“ deg-degan. Padahal Cuma liat konser aja ya. Yang tampil juga bukan aku. Tapi, gugup banget.” Jawab Dira sambil sesekali tersenyum. Ia mendengar di seberang Nicko tertawa kecil. Hal itu membuat Dira tersenyum semakin lebar. Dan entah kenapa, jantungnya menjadi deg-degan beneran.
“ Sama. Aku juga.” Kata Nicko.
“ Hmm, biasanya kalau mau menghadiri hal penting kayak gini, cewek selalu mempersiapkan pakaian apa yang mau dipakai. Iya kan?” tanya Nicko lagi. Dira menoleh ke arah pakaiannya yang berserakan di atas ranjangnya dan terkejut karena Nicko bisa tahu tentang apa yang sedang dilakukannya sebelum Nicko menelefonnya.
“ Kamu memata-matai aku ya? Bagaimana kamu bisa tahu?” tanya Dira penasaran. Didengarnya Nicko tertawa.
“ tebakan aku bener kan?” jawab Nicko dengan pertanyaan. Dira langsung cemberut ketika mendengarnya karena malu tentang apa yang sedang ia kerjakan diketahui oleh orang lain.
“ Sudah ah, aku mau tidur.” Katanya kemudian.
“ Ya sudah, jangan lupa baju nya di rapiin lagi ya.” Kata Nicko.
“ Nicko! Jangan-jangan kamu emang sedang mengawasiku ya?” tanya Dira bertambah malu. Didengarnya Nicko semakin tertawa keras.
“ Jangan ketawa terus!” seru Dira karena Nicko terus saja menertawakan dirinya. Ia merasa sifat jail Nicko mulai kembali lagi.
“ Iya iya, ya udah, tidur sana gih. Istirahat yang cukup. Besok malam dandan yang cantik ya. Bye!” kata Nicko lalu menutup tefonnya.
            Dira membeku mendengarnya. Jantungnya semakin berdetak keras. Dandan yang cantik ya. Ulangnya dalam hati. Kemudian ia tersenyum.entah kenapa, hanya dengan mendengar kalimat itu saja bisa membuatnya begitu bahagia. Ia langsung merebahkan dirinya di atas ranjang dan kembali tersenyum ketika mengingat Nicko mengucapkan kalimat tersebut lagi. Namun, ketika sudah benar-benar akan tidur, ia baru ingat kalau pakaiannya belum ia rapikan. Iapun kembali tersenyum karena Nicko mengingatkannya mengenai hal itu. segera ia beranjak untuk merapikan pakainnya dan kembali bersiap untuk tidur.
***
Di seberang, setelah menutup telfonnya, Nicko tersenyum sendiri di dalam kamarnya. Ia memegangi dadanya yang dari tadi berdegup kencang ketika pertama kali akan menelfon Dira. Tiba-tiba, mamanya masuk dan tentu saja hal itu mengagetkannya. Jantungnya pun semakin berdegup kencang.
“ Mama!” serunya.
“ Kenapa gak ketuk pintu dulu sih? Kaget tahu.” Katanya lagi.
“ Siapa bilang mama gak ketuk pintu. Lihat, buku-buku jari mama sampai membiru gara-gara mengetuk pintu kamar kamu.” Jawab Tante Fia sambil menunjukkan buku-buku jarinya kepada Nicko yang sebenarnya tidak apa-apa.
“ Kamu lagi ngapain sih, sampai-sampai gak mendengar kalau dari tadi mama manggil kamu?” tanya Tante Fia sambil duduk di samping putra semata wayangnya.
            Nicko berpikir sejenak untuk mencari alasan karena ia malu untuk mengakui bahwa ia baru saja menelfon Dira.
“ Hmm, sepertinya Nicko barusan ketiduran deh.” Jawabnya sambil nyengir karena menggunakan alasan yang tidak terlalu logis. Tante Fia mengerutkan alisnya seperti tidak percaya dengan apa yang dikatakan putranya. Namun, ia tidak terlalu mempermasalahkan hal itu.
“ Mama mau tanya, kamu besok beneran jadi pergi ke konser?” tanya Tante Fia kemudian. Nicko langsung bersyukur karena mamanya tidak terlalu mendesaknya untuk bercerita lebih lanjut.
“ Jadi dong ma. Tiket udah di tangan masak batal.” Jawab Nicko penuh optimis. Mengingat konser tersebut membuatnya kembali merasa sangat senang. Sebagian karena tak lama lagi ia akan melihat idolanya secara langsung, sebagian lagi, apakah karena ia akan pergi berdua bersama Dira? Nicko memikirkannya dalam hati. Namun tidak mau merasa terlalu yakin walaupun memikirkan Dira membuatnya semakin bahagia daripada memikirkan The Most-Q. Tanpa ia sadari ternyata ia melamun di depan mamanya yang sedang mengajaknya berbicara. Baru setelah Tante Fia menggoyangkan tangannya di depan mata Nicko, Nicko mejadi sadar dari lamunannya.
“ Ada apa Ma?” tanyanya bingung.
“ kamu baik-baik aja, sayang? Dari tadi kamu mama ajak bicara, tapi sepertinya kamu sedang memikirkan hal lain ya? Lagi mikirin apa sih?” tanya mamanya penasaran.
“ Ah, gak lagi mikirin apa-apa kok ma. Mama ngomong apa tadi?” jawab Nicko mengeles. Tante Fia hanya menatapnya dengan arti bingung bercampur penasaran.
“ Ah, bukan hal penting. Mama hanya memikirkan keadaan kamu. Apa kamu yakin kalau kamu akan baik-baik saja? Besok pengunjungnya pasti akan penuh dan berdesak-desakan.” Kata Tante Fia dengan nada khawatir.
“ Lagipula kamu juga baru sembuh.” Tambahnya.
“ Nicko udah baik-baik saja kok ma. Mama gak perlu khawatir lagi. Nicko kan anak yang kuat.” Jawab Nicko seketika karena tidak mau membuat mamanya berubah pikiran untuk mengunjungi konser The Most-Q.
“ Apa kamu yakin?” tanya Tante Fia masih berusaha agar anak semata wayangnya itu membatalkan keinginannya untuk datang ke konser band fenomenal tersebut.
“ 100% yakin. Lagipula apa yang perlu dikhawatirkan? Nicko kan juga pergi bareng Dira.” Kata Nicko optimis agar mamanya percaya.
“ Jadi Dira juga ikut?” tanya Tante Fia yang baru menyadari sesuatu sambil tersenyum penuh arti.
“ Iya. Ternyata Dira juga ngefans banget sama The Most-Q. Kayak Nicko.” Jawab Nicko. Sekali lagi pikirannya melayang ke wajah gadis itu.
“ Memang kenapa, ma?” tanyanya karena menyadari kalau mamanya tidak memberikan komentar apapun melainkan hanya menatapnya sambil tersenyum.
“ Gak apa-apa.” Jawab Tante Fia masih tersenyum.
“ Anak mama udah gedhe ya. Gak kerasa kalau kamu sekarang udah SMA. Mama masih merasa kalau kamu adalah anak laki-laki yang masih menangis kalau minta sesuatu dan pingin tidur sama mama dan papa.” Tambah Tante Fia sambil membelai rambut Nicko tanpa meninggalkan senyumnya. Hal itu semakin membuat Nicko tidak mengerti dengan jalan pikiran mamanya. Apakah mamanya sudah berubah tanpa ia ingat.
“ Sekarang mama sudah mengerti kan? Jadi, stop memperlakukan Nicko kayak anak kecil. Oke?” kata Nicko pada akhirnya. Tante Fia menatapnya dan mengangguk.
“ Oke. Sekarang tidurlah. Maaf sudah mengganggu waktu istirahat kamu. Selamat malam.” Ucap Tante Fia, kemudian setelah mematikan sakelar lampu ia meninggalkan Nicko yang terbaring di ranjangnya dengan senyum yang menghiasi wajahnya.
Tampaknya besok adalah hari yang sangat indah. Pikirnya sebelum terlelap tidur.
***
“ Wah, ramai banget! Aku gak pernah membayangkan The Most-Q punya fans sebanyak ini di Indonesia.” Ucap Dira takjub di gerbang tempat konser The Most-Q diselenggarakan. Ini adalah kali pertamanya ia menonton konser secara live. Dan hal itu sangat membuatnya terkesima.
“ Keren kan!” jawab Nicko dengan pandangan menyapu seluruh tempat yang bisa ia tangkap.
“ Banget!” kata Dira masih merasa takjub dengan apa yang dilihatnya.
            Akhirnya merkapun masuk agar bisa segera mencari tempat duduk yang sesuai dengan nomer yang tertera di tiket mereka.
***
“ Wah, mereka keren banget! Gak aku sangka aku bisa melihat mereka dengan mata kepalaku sendiri di sepanjang hidupku.” Kata Dira saat mereka berjalan ke tempat sopir Nicko menunggu seusai konser. Dari wajahnya terlihat jelas kalau ia sangat bahagia.
“ Ehem, aku merasa beruntung karena Tuhan masih memberiku kesempatan untuk hidup setelah kecelakaan itu. aku merasa sangat bersyukur karenanya.” Ucap Nicko yang juga sangat bahagia.
 Namun, entah kenapa setelah mendengar kalimat terrsebut muncul rasa gundah di hati Dira. Tiba-tiba perasaan itu muncul begitu saja. Dan itu membuatnya sangat merasa tidak enak. Ia hanya bisa menatap Nicko sambil berjalan tanpa mengatakan apa-apa. Senyum yang dari tadi mengembang di wajahnya langsung menghilang dan dadanya terasa sesak. Ditambah lagi dengan jantungnya yang berdetak di atas normal.
“ Aku ingin bisa ngedrum seperti Steve.” Ucap Nicko pada akhirnya ketika Dira tak kunjung memberikan tanggapan.
 Namun, ucapannya ini lebih tertujukan pada dirinya sendiri. Pikirannya melayang saat konser tadi dan melihat Steve, drummer The Most-Q menggebuk drum dengan semangatnya. Nicko sama sekali tidak menyadari kalau sedari tadi Dira menatapnya dengan raut kesedihan yang terlihat jelas. Berbeda 180 derajat dengan raut muka yang ia tampilkan saat berangkat menonton konser sampai keluar dari tempat konser tersebut.
“ Kamu jago kalau ngedrum.” Kata Dira pelan sambil menundukkan kepala. Tak ia sangka ia mengatakannya, karena yang ia tahu selama ini dirinya sangat membenci Nicko. Tapi ia bahkan bisa tahu kalau Nicko sangat jago dalam hal mengedrum.
“ Oh ya?” tanya Nicko terkejut karena ia sama sekali tidak menyangka kalau selama ini ia bisa memainkan drum.
“ Ehem, aku lihat saat ulang tahun sekolah. Bagus banget.” Jawab Dira berusaha menyembunyikan kesedihannya.
            Ia menyadari kalau selama ini hari-harinya bersama Nicko banyak terisi denagn kebohongan, tapi sekarang ia mengatakan yang sebenarnya. Dan ketika memikirkan kebohongan-kebohongan itu sekarang membuatnya merasa bertambah sedih. Ia tidak menyangka  kalau rencana yang ia kira akan berjalan lancar bisa berubah menjadi sebuah penyesalan yang sangat ia ingin ubah jika ia bisa memutar balikkan waktu.
“ Aku juga dengar kalau kamu ingin punya drum pribadi di rumah kamu .” kata Dira lagi sambil mengingat-ingat kejadian ketika Nicko menyatakan keinginannya itu kepada teman-temannya di kelas tempo hari sebelum kecelakaan terjadi.
            Dan baru sekarang Dira menyadari kalau ternyata ia sudah peduli dengan Nicko sejak dulu, sejak Nicko belum mengalami kecelakaan. Padahal dari dulu ia sangat gencar mendeklarasikan kalau ia sangat membenci Nicko kepada semua orang yang membicarakan Nicko di depannya. Karena itu, tanpa ia sadari ia secara tidak langsung ia juga peduli dengan apa yang sebenarnya terjadi atau telah dilakukan cowok itu. dan ketika ia baru menyadarinya sekarang benar-benar membuatnya merasa sakit. Bagaimana mungkin ia bisa melakukan hal kejam dengan berbohong pada Nicko?
“ Benarkah?” tanya Nicko semakin terkejut. Tapi kemudian ia menyadari sesuatu dari kalimat yang dilontarkan Dira.
“ Kamu dengar? Seakan-akan kamu mendengarnya dari orang lain, padahal akukan tidak punya teman selain kamu.” Kata Nicko penasaran.
            Dira langsung pucat pasi. Tanpa ia sadari ia telah salah bicara. Dan hal itu bisa membongkar kebohongannya. Baiklah, dari lubuk hati yang paling dalam ia memang ingin segera mengaku tentang semuanya. Namun tidak sekarang. Ia masih belum siap dengan reaksi yang akan diberikan Nicko kalau cowok itu mengetahui semua yang telah Dira lakukan padanya.
            Sesegera mungkin Dira memutar otaknya untuk menemukan alasan. Nicko tidak boleh tahu tentang kebohongannya sekarang. Ia tidak siap memberikan reaksi balasan terhadap reaksi yang akan diberikan Nicko seandainya ia mengaku sekarang. Atau lebih tepatnya, ia tidak siap kalau Nicko kembali membencinya seperti dulu dan menjauh.
“ Ah, itu... tentu saja aku mendengarnya dari kamu sendiri.” Ucap Dira sambil memaksakan senyum.
            Untung saja kali ini Nicko langsung percaya. Karena ia juga tidak mau mempermasalahkan hal yang menurutnya bukan masalah ini sekarang, di saat ia sedang merasa sangat bahagia.
***
            Malam itu, Nicko kembali tertidur dengan senyum yang terkembang di wajahnya. Berbeda dengan Dira yang masih belum bisa memejamkan matanya walaupun waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Hatinya masih belum bisa menghilangkan perasaan bersalahnya. Sejak ulang dari konser tadi, ia langsung mengunci dirinya di kamar dan tidak keluar lagi. Ia pura-pura tidur ketika ada yang mau mengajaknya bicara.
            Pikirannya saat ini benar-benar sangat kacau. Ia baru menyadari kenapa ia bisa begitu bodoh. Kenapa ia tidak pernah berpikiran kalau seandainya ingatan Nicko kembali, cowok itu pasti akan mengetahui kebohongan yang selama ini ia lakukan. Bagaimana mungkin dulu ia tidak terpikirkan oleh hal itu?
            Masalahnya sekarang adalah, ia tidak tahu kapan ingatan cowok itu akan kembali. Bisa saja sekarang Nicko sudah menyadari kalau selama ini Dira telah membohonginya. Atau besok, atau lusa, atau kapanpun waktu yang tidak bisa Dira prediksi. Yang jelas Dira harus cepat mengakui semua tindakannya sebelum Nicko kembali mendapatkan memorinya dan mendapati keadaan lebih memburuk seandainya ia salah paham terhadap apa yang telah dilakukan Dira. Ya, itu harus segera ia lakukan. Namun awal-awal, ia harus mempersiapkan mental terlebih dahulu. Mempersiapkan diri seandainya Nicko kembali menjauh darinya dan membencinya. Ia harus menanggung semua perbuatan yang telah diperbuatnya. Karena, dari awal memang tidak ada hal baik yang diawalai dari kebohongan. Sebagai pelajar di tingkat SMA seharusnya ia harus tahu itu.
Aarrrght! Betapa bodohnya aku! Serunya dalam hati.
***
            Sudah hampir seminggu, tampaknya Nicko menyadari ada yang berubah dari Dira. Kalau dipikir-pikir, Dira sudah berubah sejak konser itu selesai. Namun, ketika ia bertanya ada apa, Dira selalu menjawab kalau ia baik-baik saja. Tapi, ia yakin kalau Dira saat ini sedang menyembunyikan sesuatu yang tidak diketahuinya.
            Kini, Dira lebih sering tampak murung. Tersenyumpun dengan terpaksa dan jelas sekali kalau itu adalah senyum yang tidak tulus. Ia bahkan sering mendapat teguran guru karena melamun saat pelajaran. Dan hal itu sangat membuat Nicko sedih. Parahnya lagi, ia tidak bisa membantu masalah yang dialami Dira walaupun ia merasa menjadi teman dekat Dira karena Dira sama sekali tidak mau bicara. Ia hanya bisa menunggu sampai Dira mau mengatakan semuanya. Dan terkadang, menunggu adalah suatu hal yang paling menyebalkan sedunia. Oleh karena itulah, Nicko paling benci menunggu hal yang satu ini. Namun demi Dira, ia akan melakukan pengecualian.
***
            Sudah lebih dari seminggu, tapi sikap Dira masih tidak berubah. Yang lebih parah lagi, menurut Nicko Dira kini lebih terkesan menjauh darinya. Tentu saja hal itu membuatnya semakin sedih. Mau tidak mau, dengan menjauhnya Dira dari dirinya, membuatnya lama-kelamaan bersikap murung dan sering melamun juga. Bahkan, sebagian besar guru yang mengajar di kelas merekapun heran, karena perubahan sikap mereka. Selama ini, para guru tersebut selalu melihat pertengkaran di antara mereka, dan baru-baru ini mereka terlihat akur. Namun sekarang, mereka malah saling berdiam diri satu sama lain.
Sudah berulang kali guru-guru itu selalu menunjukkan keprihatinan dengan masalah yang kedua muridnya alami itu. namun, saat ditanya, keduanya selalu menjawab kompak kalau tidak terjadi apa-apa. Padahal, dari memandang secara sekilaspun siapa saja pasti tahu kalau mereka berdua sedang mengalami suatu masalah.
            Belum selesai dengan masalah yang terjadi antara dirinya dan Dira, sebenarnya Nicko punya masalah lain. Permintaannya untuk mempunyai drum pribadi di rumahnya sepertinya tidak berjalan mulus seperti yang ia harapkan. Pada awalnya, ia mengira kalau ia bisa memanfaatkan kemalangan yang ia alami untuk mendapatkan hal yang diinginkannya. Namun, papanya langsung menolak ketika ia mengutarakan keinginannya itu. bahkan, mamanya pun nampak tidak berdaya ketika Nicko meminta bantuannya agar mau membujuk papanya. Masih jelas di ingatan Nicko ketika dilihatnya wajah papanya langsung memerah menahan marah ketika diutarakannya keinginannya itu. nicko tidak mengerti kenapa papanya bersikap seperti itu, karena ia hanya meminta hal yang menurutnya wajar bagi seorang laki-laki. Ia sebelumnya yakin kalau papanya akan mengerti akan hal itu. namun ternyata tidak. Beliau langsung menolak dengan keras dan pergi meninggalkannya bersama mamanya di ruang keluarga, tempat ia mengutarakan keinginannya.
            Mengingat minggu-minggu terberat ini, membuat Nicko pusing. Apalagi ingatannya seperti tidak mau kembali.
***
            Sore malam minggu, Nicko menatap halaman rumah dari dalam kamarnya melalui jendela. Pikirannya masih bercampur aduk karena sudah lebih dari 2 minggu namun tidak ada masalah satupun yang berhasil ia tangani. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ia tidak buru-buru mengambilnya karena saat itu ia sedang malas bicara kepada siapapun. Namun, ia langsung terkejut dengan nama yang terpampang di layar ponselnya. Nama yang harus ia akui, sangat ia rindukan. Bahkan ia juga rindu sikap jutek gadis itu ketika pertama kali mereka berbicara setelah ia mengalami kecelakaan. Dira.
            Begitu gugupnya, tangan Nicko pun sampai  bergetar, jantungnya berdetak semakin cepat, dan bahkan ia perlu menarik nafas panjang ketika akan berbicara dengan gadis itu setelah lebih dari 2 minggu mereka saling berdiam diri. Namun,kini gadis itu menelfon.
Pasti satu masalah akan selesai hari ini. Pikir Nicko dalam hati sambil menyunggingkan senyumnya. Ia sudah tidak sabar ingin segera berbicara dengan Dira dan juga penasaran kenapa Dira menelfonnya.
“ Hallo.” Katanya dengan nada yang tidak bisa menyembunyikan perasaan gembiranya.
“ Hi, Nicko.” Ucap suara di seberang setelah cukup lama Nicko tidak mendengar balasan.
“ Hi, Dira. Mm, apa kabar?” tanya Nicko yang tiba-tiba merasa canggung dengan nada bicara yang dilontarkan Dira.
“ Mm, baik. Kamu?” tanya Dira balik karena sepertinya itu hanya basa-basi. Ia tahu pasti kalau Nicko tahu keadaannya tidak sedang baik-baik saja.
“ Baik.” Jawab Nicko kembali tersenyum.
“ Ada apa?” tanyanya lagi.
“ Mm, kamu ada waktu sekarang?” tanya balik Dira setelah ia kembali teridiam cukup lama.
“ Ada, kenapa?” tanya Nicko lagi karena sangat penasaran.
“ Ada pasar malam dekat rumahku. Kamu... mau pergi sama aku?” tanya Dira pelan, terbata-bata dan langsung tercekat seakan ia sendiri tidak percaya kalau ia telah mengucapkannya.
            Saat itu adalah puncak dari semuanya. Jantung Nicko berdetak semakin keras dan tangannya semakin bergetar hebat. Ia tak bisa menyembunyikan kegembiraan yang dirasakannya. Walaupun Dira tidak bisa melihat ekspresi wajahnya, tapi saat ini ia sedang tersenyum sangat lebar. Ia bahkan tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Apakah ini semacam ajakan kencan? Memikirkan hal itu membuat Nicko semakin bahagia bercampur gugup.
“ Apa... aku... gak salah dengar?” tanya nya hati-hati. Takut kalau ternyata ia memang salah dengar.
“ Tidak.” Jawab Dira. Mendengar hal itu membuat Nicko berjingkrak di kamarnya dengan tawa lebar tanpa suara. Ia merasa sangat bahagia. Lebih bahagia daripada telah menonton konser The Most-Q berjuta kalipun secara live dan berfoto atau menghabiskan liburan selama seminggu bersama mereka. Padahal, itu adalah keinginan menggembirakan yang ingin ia alami saat SMP dulu.
“ Mm, jangan salah paham dulu. Ini tidak seperti kelihatannya. Hanya saja, ada yang ingin kubicarakan sama kamu.” Kata Dira ketika menyadari kalau kalimat ajakannya bisa menjadi kalimat ambigu.
            Nicko langsung menghentikan sikapnya yang bertingkah tidak jelas, tapi ia masih belum berhenti tersenyum. Ia tidak perduli, entah Dira menganggap ini kencan atau tidak, pergi berdua dengannya walaupun ke pasar tradisional terkumuhpun ia akan merasa sangat bahagia, karena bukan tempat tujuan mereka yang membutnya senang. Melainkan dengan siapa ia pergi ke sana. Tentu saja ia juga penasaran dengan apa yang ingin dikatakan Dira. Namun ia akan segera tahu bukan?
“ Jadi bagaimana?” tanya Dira lagi yang merasa belum mendapatkan jawaban.
“ Ya!” jawab Nicko yang tanpa ia sadari kalau ia telah berseru. Namun ia tidak peduli.
“ Ya, tentu bisa.” Katanya lagi dengan nada normal. Senyum nya masih belum hilang dari wajahnya.
“ Baiklah, aku tunggu kalau begitu.” Ucap Dira.
“ Oke. Bye!” kata Nicko.
“ Bye.” Balas Dira. Dan telfonpun ditutup. Nicko kembali berjingkrak. What a happy moment. Pikirnya.
***
            Setelah menutup telfon yang ia tujukan pada Nicko, Dira menghembuskan nafas panjang. Selama 2 minggu lebih ini, ia sudah menyiapkan mental untuk menghadapi apapun yang akan terjadi dan walaupun ia belum sepenuhnya siap, ia harus segera mengakui semuanya. Sebab, ia tak akan bisa mengatasi kalau seandainya Nicko mengetahui semua kebohongannya tanpa Dira sempat menjelaskan alasan kenapa ia berani melakukan semua kebohongan itu.
            Dimasukkannya ponselnya ke dalam tasnya dan ia segera meraih jaket yang sedari tadi tergeletak di atas ranjangnya dan segera beranjak keluar. Pikirannya sudah bulat, ia tak ingin semuanya berambah buruk.
            Walaupun kakinya terasa berat saat melangkah, tapi ia tetap harus melanjutkannya. Seandainya Nicko kembali membencinya, mungkin memang itu yang harus ia dapat karena telah berbuat kejam padanya.
***
            Nicko sedikit berlari agar bisa sampai di rumah Dira lebih cepat. Senyum bahagianya tidak pernah hilang sedikitpun darri wajahnya yang sumringah karena bahagia.
“ Nicko.” Tiba-tiba didengarnya suara mamanya memanggil. Untuk kali ini, ia menghentikan langkahnya, karena melihat mama dan papanya tengah duduk di ruang keluarga seperti biasa jika mereka ingin menyampaikan sesuatu.
Oh, kenapa harus sekarang? Nicko mengeluh dalam hati. Kenapa orang tuanya memilih waktu yang tidak tepat seperti sekarang jika ingin membicarakan sesuatu?
            Dengan berat hati, ia langkahkan kakinya menuju ke arah ruang keluarga dimana kedua orang tuanya sedang duduk karena tidak mungkin ia bisa menolak orang tuanya dalam hal ini jika kedua orang tuanya itu menunjukkan ekspresi yang sama sekali tidak Nicko sukai.  Dilihatnya mamanya masih menunjukkan wajah yang belum membahagiakan, seakan ia tidak puas akan suatu hal. Sedangkan papanya masih setia memasang ekspresi tidak suka seperti teerakhir kali Nicko meminta untuk dibelikan drum pribadi.
“ Ada yang mau mama sama papa bicarakan sama kamu. Duduklah.” Kata Tante Fia pelan. Nicko segera duduk dan berdo’a kalau pembicaraan mereka tidak akan lama. Papanya menyesap teh yang dari tadi tergeletak di atas meja sebelum menatapnya.
“ Ada apa?” tanya Nicko karena ingin segera pergi dari situ.
“ Soal drum yang kamu minta,” kata Tante Fia menggantung. Nicko semakin tidak sabar. Sekarang ia sudah tidak terlalu perduli lagi soal drum atau apapun, karena sekarang Dira pastilah sedang menunggunya.
“ Papa bukannya tidak mau membelikan kamu drum karena papa tidak punya uang atau karena papa sudah tidak sayang sama kamu.” Kata papanya. Itu merupakan kalimat terpanjang yang pernah Ncko dengar dari papanya sejak ia mengutarakan keinginannya untuk memeiliki drum. Namun, Nicko tidak perduli hal itu sekarang. Ia hanya ingin pembicaraan tiu segera berakhir agar ia bisa segera pergi.
“ Papa melakukannya karena ada alasan lain. Jadi mama harap kamu jangan terlalu menyalahkan papa.” Ucap mamanya.
            Sebenarnya Nicko sama sekali tidak pernah berpikiran seperti itu, tapi ia sama sekali tidak membantah. Mungkin kedua orangtuanya merasa bersalah karena tidak bisa  menuruti keinginan anak semata wayang mereka.
“Alasan yang mungkin belum kamu mengerti sekarang.” Kata papanya lagi. Nicko semakin tidak sabar.
“ Sebenarnya apa yang ingin mama sama papa katakan?” tanya Nicko yang sudah tidak punya waktu lagi untuk berputar-putar dengan dengan permainan kata-kata orang tuanya.
“ Drum itu akan datang malam ini.”
            Kalimat itu pelan, tapi terasa begitu keras di telinga Nicko. Ia benar-benar tidak percaya ketika mendengarnya. Apakah papanya serius? Malam ini? Kalau hal itu benar, kenapa mereka baru mengatakannya sekarang. Hal ini benar-benar membuat Nicko terkejut.
“ Apa itu benar,ma?” tanyanya pada Tante Fia seakan-akan ia yakin kalau papanya hanya berbohong belaka.
“ Itu benar.” Jawab mamanya sambil tersenyum.
            Nicko langsung tersenyum lebar. Ia sama sekali tidak membayangkan kalau ia akan mendapat dua kabar gembaira sekaligus dalam waktu yang berdekatan.
“ Kamu senang?” tanya mamanya yang kini juga tersenyum melihat anaknya bahagia.
“ Tentu aja dong ma!” serunya.
“ Tapi, ada peraturan yang harus kamu patuhi ketika kamu sudah mendapatkan drum itu.” kata papanya yang sekarang sudah tampak lebih rileks dan tenang, tidak seperti sebelumnya yang tampak banyak pikiran.
“ Tentu pa! Apa aja akan Nicko lakukan.” Kata Nicko mantap agar papanya percaya dengan kesungguhannya.
“ Baiklah, peraturannya...”
“ Ah, pa! Bisa membacakan aturannya nanti? Nicko benar-benar harus pergi. Tapi, Nicko sangat berterima kasih kepada mama sama papa. Nicko cinta kalian.” Ucap Nicko bahkan sebelum papanya menyelesaikan kalimatnya, ia sudah beranjak keluar dari ruangan itu dengan meninggalkan kedua orangtuanya yang terbengong denagn sikap anaknya.
Mereka pikir kalau Nicko pasti akan tetap tinggal di rumah untuk menantikan kedatangan drum yang baru mereka belikan. Namun, Nickopun bahkan sudah menghilang sebelum mamanya sadar kalau ia harus tahu kemana anaknya itu akan pergi. Merekapun hanya bisa berpandangan karena tidak mengerti jalan pikiran anaknya itu.
***
“ Maaf sudah menunggu lama.” Ucap Nicko saat pertama kali ia bertemu dengan Dira setelah mereka saling berdiam dira selama 2 minggu lebih.
“ Gak papa.” Balas Dira sambil mengulum senyum yang langsung membuat jantung Nicko bekerja lebih keras.
“ Berangkat sekarang?” tanya Nicko setelah berhasil menguasai dirinya lagi.
            Dira hanya mengangguk. Nicko sadar kalau Dira masih belum bisa berbicara banyak, tapi baginya ini sudah mengalami kemajuan. Akhirnya merekapun berjalan menuju ke tempat pasar malam itu berada.
***
            Malam itu adalah malam paling menyenangkan dalam hidup Nicko. Walaupun Dira tampak belum banyak tertawa lepas seperti yang sering ia lakukan dulu, tapi hal itu tidak menghalangi Nicko untuk merasa lebih bahagia lagi.
            Mereka berdua menaiki semua wahana yang disediakan di pasar malam itu. semakin lama Dira juga tampak lebih banyak tertawa. Hal itu membuat Nicko menjadi semakin senang. Ia tak ingin mendesak Dira untuk segera mengatakan sesuatu yang menjadi tujuan kenapa mereka berada di tempat itu sekarang, karena ia tidak ingin merusak kebahagiaan yang saat itu mereka rasakan. Biarlah Dira mengatakannya sendiri jika ia rasa waktunya sudah tepat. Saat itu Nicko hanya ingin membuat Dira bahagia dan melepaskan cewek itu dari masalah yang mungkin masih berkecamuk dalam hidupnya.
            Setelah hampir semua permainan mereka mainkan, akhirnya mereka terduduk di bangku panjang agak jauh dari kerumunan. Sudah beberapa menit mereka duduk tanpa kata. Keduanya sedang sibuk dengan pikiran masing-masing. Sesekali Nicko melirik Dira yang sedang menunjukkan ekspresi kecemasan di wajahnya. Berulang kali cewek itu tampak menghembuskan nafas panjang. Namun, ia tak kunjung juga menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Dengan sabar Nicko menantinya. Biarlah seandainya drum nya sudah tiba di rumah sebelum ia pulang. Yang penting baginya sekarang adalah gadis yang sekarang duduk di sampingnya itu.
“ Nicko.” Ucap Dira pelan pada akhirnya. Nicko langsung terkesiap. Mungkin sekaranglah saatnya Dira ingin menjelaskan semua penyebab ia banyak berubah akhir-akhir ini.
“ Ya.” Kata Nicko juga dengan suara pelan. Dilihatnya Dira menatapnya dengan tatapan sedih.
“ Nicko, sebelumnya aku minta maaf.” Kata Dira lagi. Kali ini ia menundukkan kepalanya. Nicko benar-benar tidak mengerti. Menurutnya Dira tidak mempunyai kesalahan apapun sehingga mewajibkannya untuk meminta maaf. Namun ia hanya diam dengan sabar untuk mendengarkan kata-kata apa lagi yang nantinya akan terlontar dari mulut Dira.
“ Aku sudah melakukan kesalahan besar.” Kata Dira lagi semakin menundukkan kepalanya. Nicko tetap tidak bergeming karena semakin tidak mengerti.
“ Sebenarnya semua ini adalah kebohongan.” Kata Dira.
“ Kebohongan? Kebohongan apa? Dira, aku benar-benar tidak mengerti.” Kata Nicko pada akhirnya karena tidak tahan sekaligus penasaran.
“ Sebenarnya, kita tidak seperti ini. Awalnya kita sama sekali bukan teman. Semua yang aku katakan ke kamu, terutama saat di kantin dulu, saat kamu baru sembuh, itu semua bohong. sebenarnya selama ini kita saling memusuhi satu sama lain. Saat di rumah sakit, mama kamu datang dan menghampiriku untuk meminta bantuan agar bisa menolong kamu mengembalikan memori kamu yang sebagian hilang karena menurutnya aku adalah teman dekat kamu. Tapi itu adalah salah. Walaupun kita satu kelas, tapi bahkan kita tidak bisa disebut teman. Kita selalu berantem setiap kali bertemu. Aku... dulu sangat membenci kamu, dan aku yakin kamu juga begitu. Jadi, saat mama kamu meminta pertolonganku untuk menjadi teman kamu, aku menggunakannya untuk membalas dendam ke kamu, karena selama ini kamu selalu jahat ke aku. Aku mengarang semua cerita kalau kamu gak punya teman selain aku agar aku bisa sedikit banyak mengatur hidup kamu sesuai keinginanku. Awalnya aku hanya ingin mengerjai kamu, tapi lama-kelamaan aku sadar kalau aku tidak seharusnya meakukan itu. Aku gak tahu kenapa pada awalnya kamu selalu jahat ke aku, padahal ke anak yang lain enggak. tapi setelah cukup lama berteman sama kamu, aku tahu kalau kamu itu sebenarnya baik. Aku benar-benar menyesal karena telah melakukan ini semua. Sandainya aku bisa memutar waktu, aku pasti tidak akan memilih jalan ini. Namun, setelah aku bisa berteman lebih dekat sama kamu, aku jadi ingin berteman baik yang sesungguhnya sama kamu. Tapi, semakin lama aku memikirkannya aku jadi semakin merasa bersalah. Aku gak ingin menjadi teman yang jahat, jadi aku rasa aku harus segera menceritakan hal yang sebenarnya ke kamu.” Jelas Dira panjang lebar. Nicko hanya bisa menatapnya dengan mata tak berkedip. Jujur saja, ia masih belum banyak mengerti. Kejahatan apa yang sebenarnya telah ia lakukan sehingga Dira bisa sangat membencinya dan mendorongnya untuk melakukan semua ini.
“ Aku tidak meminta kamu untuk memaafkan aku secepat ini. Tapi, aku sangat berharap kalau kamu bisa segera memaafkan aku. Karena bagiku sekarang, kamu adalah seorang teman yang sangat spesial.” Ucap Dira sambil mengangkat wajahnya. Nicko melihat buliran air mata yang telah mengalir begitu banyak di wajah manis cewek itu. tapi ia tidak mengatakan apa-apa.
“ Jujur saja aku masih tidak mengerti kenapa kamu melakukan semua ini.” Ucap Nicko pelan pada akhirnya.
“ Setelah ingatan kamu kembali pasti kamu akan mengerti. Dan itu gak akan lama lagi.” Kata Dira sambil mengusap air matanya. Nicko hanya mentapnya dengan tatapan bingung. Kehilangan ingatan yang bahkan mungkin hanya ingatan selama 1 tahun lebih beberapa bulan saja ternyata sangat menyulitkan. Selama ini ia pikir tidak ada ingatan yang begitu penting untuk diingat. Oleh karena itu ia tidak pernah berusaha keras untuk mengingatnya kembali. Namun ternyata ia salah. Justru ingatan yang paling penting dalam hidupnyalah yang telah hilang.
“ Itulah yang selama ini mengganggu pikiran aku. Sudah malam, aku harus segera pulang.” Kata Dira kemudian ia beranjak dari bangkunya.
“ Dira!” panggil Nicko yang merasa masih perlu mendapatkan penjelasan lebih lanjut. Hatinya tiba-tiba merasa hancur saat Dira meninggalkannya begitu saja seperti itu. namun, Dira hanya berhenti berjalan dan menoleh padanya sambil tersenyum penuh rasa bersalah sebelum kembali melanjutkan jalannya dengan meninggalkan Nicko yang terdiam kebingungan.
***
            Nicko memasuki rumahnya dengan perasaan hancur  yang teramat dalam. Ia ingin penjelasan, namun tidak tahu harus mencarinya ke mana. Berbeda saat tadi ia meniggalkan rumah, sekarang ia merasa sama sekali tidak punya semangat. Ia berjalan gontai menuju ke kamarnya dan terhenti saat mendengar mamanya memanggil.
“ Ada apa ma?” tanyanya malas karena tidak sedang ingin bicara.
“ Kamu lupa, drum kamu datang malam ini.” Ucap mamanya tidak mengerti dengan perubahan sikap anaknya.
            Setelah mendapat pengakuan mengejutkan dari Dira Nicko sama sekali lupa kalau drum nya akan datang. Mungkin juga sudah datang.
“ Oh, benar juga.” Katanya berusaha terdengar sangat senang, tapi tidak berhasil. Mamanya mengernyit penasaran.
“ Ada apa?” tanya Tante Fia. Namun Nicko hanya menggeleng sambil memaksakan senyum.
“ Jadi, drumnya sudah datang apa belum?” tanya Nicko mengalihkan perhatian agar mamanya tidak bertanya lebih lanjut dengan masalah yang sedang ia alami.
“ Sudah, sekarang papamu sedang mengecekknya di ruang belakang.” Kata Tante Fia.
            Tak perlu menunggu lama lagi, Nicko langsung menuju ke sana. Karena ia tahu betul papanya tidak akan banyak tanya dengan kehidupan yang ia alami, berbeda dengan mamanya.
***
“ Hey, kamu sudah pulang.” Kata papa Nicko ketika mendapati anaknya itu sudah berada di sampingnya. Seperti dugaan Nicko, papanya itu tidak akan pernah menyadari perubahan sikap yang sedang ia alami.
“ Bagus banget pa!” seru Nicko berusaha terdengar sangat antusias. Dan untunglah sedikit berhasil, karena sebenarnya ia memang sangat menginginkan punya drum ini.
“ Tadi sudah di set. Kamu bisa coba sedikit.” Kata papanya lagi. Nicko segera duduk mengambil tempat walaupun sebenarnya ia sudah lupa bahwa ia dulu mahir memainkannya. Setidaknya itulah yang dikatakan Dira. Ah, mungkin saja itu sebenarnya juga kebohongan. Memikirkan Dira membuat Nicko tersenyum getir.
“ Ah, tapi sebelum kamu memainkannya, kamu harus ingat! Walaupun kamu sudah punya drum sendiri, kamu tidak boleh lupa belajar. Kamu tidak boleh membangkang jika mama sama papa menyuruh kamu melakukan sesuatu. Dan yang terpenting, waktu kamu tidak boleh hanya untuk bermain drum terus. Setelah papa lihat kamu cukup mahir memainkannya, kamu hanya akan papa beri waktu satu kali dalam satu minggu untuk memainkannya.” Kata papanya. Walaupun ia tidak begitu setuju dengan aturan yang terakhir, namun ia tak ingin membantah saat itu. akhirnya iapun hanya mengangguk. Papanya menatapnya sejenak sebelum kemudian ia pergi meninggalkannya sendiri bersama drum barunya.
            Nicko mengambil stick drumnya dan mengamatinya sekilas. Ditatapnya keseluruhan drumnya namun sejujurnya ia masih tidak tahu harus mulai dari mana. Iapun menghela nafas panjang sambil memikirkan semua perkataan Dira sebelum mulai mencoba menggebuk drumnya.
            Saat itulah hal itu terjadi. Nicko merasa bagai potongan fim lama yang berkelebat di pikirannya dan ia merasa sakit yang luar biasa di kepalanya. Ia ingin menghentikannya namun ia sama sekali tidak berdaya. Karena ia sudah tidak tahan merasakan sakitnya, iapun berteriak sebelum akhirnya terjatuh.
            Dengan jelas dilihatnya kilasan masa lalunya yang sepertinya merupakan bagian ingatannya yang hilang di tengah rasa sakit yang menyerangnya. Ia langsung merasakan perasaan ajaib itu ketika pertama kali melihat gadis itu di Masa Orientasi Siswa di SMAnya.  Karena terlalu gugupnya dan tidak tahu harus bagaimana terhadap gadis itu, akhirnya ia hanya bisa mengganggunya, berharap gadis itu akan menaruh perhatian padanya. Namun ternyata ia salah. Gadis itu malah menjadi semakin membencinya.
            Kilatan masa lalupun kembali memutar kehidupannya yang sejak beberapa waktu lalu menghilang. Namun yang paling mengejutkan Nicko adalah bahwa ia sempat bertengkar dengan papanya sebelum ia mengalami kecelakaan. Setelah ia menyatakan keinginannya untuk memiliki drum, papanya langsung murka dan menolaknya dengan keras. Nickopun bersikap sama karena ia memang mempunyai sifat itu dari papanya.
“ Sudah cukup papa membiarkan kamu memilih jurusan IPA bukan IPS, karena papa pikir kamu juga butuh sedikit kebebasan sebelum kamu mewarisi perusahaan papa! Tapi sekarang kamu meminta Drum! Yang benar saja. Mau jadi apa kamu? Pemusik? Asal kamu tahu Nicko, menjadi seorang pemusik tidak akan membuat kamu bahagia. Tidak! Sampai kapanpun papa gak akan menyetujuinya!” teriakan papanya seakan baru saja terdengar.
            Kemudian ia segera meninggalkan kedua orang tuanya dan mengambil motornya sebelum pada akhirnya mengebut di jalanan untuk melupakan kebenciannya karena terus saja dijadikan boneka oleh papanya. Karena mengemudi dengan mata berair, tanpa helm, dan dalam pikiran yang berkecamuk, ia tidak menyadari bahwa ada truk yang ternyata sudah ada di depannya. Ia memang bisa menghindari truk itu. namun, sebagai gantinya ia harus menabrak pagar sebuah bangunan seebelum pada akhirnya tidak sadarkan diri.
            Ingatannya kembali pada kehidupan setelah ia tersadar dari koma pasca kecelakaanya. Tentang semua waktu yang ia habiskan bersama Dira dan kejadian yang baru saja ia alami di pasar malam. Akhirnya ia mengerti kenapa Dira melakukan semua kebohongan itu.
            Ia mendengar teriakan kedua orang tuanya. Namun ia tidak mempunyai tenaga untuk menjawabnya. Tiba-tiba pandangannya kabur dan semuanya menjadi gelap.
***
            Dira melangkahkan kakinya menuju kelas dan langsung diserbu berita yang langsung mengejutkannya.
“ Nicko masuk rumah sakit lagi.” Kata Niken dengan ekspresi khawatir. Kali ini, bukan berpura-pura lagi Dira merasa sangat khawatir. Apakah semua itu karena pengakuannya kemarin? Haruskah ia menceritakan yang sebenarnya pada Nicko secara pelan, tidak seperti kemarin? Tiba-tiba rasa bersalah itu muncul lagi dan kali ini lebih besar karena hal ini menyangkut kehidupan seseorang yang, jujur saja, ia sayangi.
***
            Tanpa menunggu teman-temannya, sepulang sekolah Dira langsung menuju rumah sakit tempat Nicko dirawat. Sebenarnya ia masih bingung tentang apa yang harus ia katakan pada Nicko setelah pengakuannya tempo hari. Namun untunglah saat ia datang, Nicko sedang tertidur.
            Yang menyambutnya tentu saja adalah Tante Fia. Dan hal mengejutkan yang didengar oleh Dira untuk kedua kalinya dalam sehari ini adalah, bahwa Tante Fia mengatakan kalau Nicko sudah mendapatkan kembali ingatannya. Dira sudah tidak memperhatikan lagi kalimat selanjutnya yang meluncur dari mulut Tnte Fia, karena ia begitu terkejut dengan berita tersebut.
            Ia tidak tahu harus merasa senang karena pada akhirnya Nicko berhasil mendapatkan ingatnnya kembali atau merasa takut karena semuanya akan kembali ke awal. Ia akan menjadi musuh Nicko lagi.
            Setelah memastikan kalau keadaan Nicko baik-baik saja, akhirnya ia meminta ijin untuk pulang kepada Tante Fia. Dengan langkah gontai ia meningglakan rumah sakit. Dan tanpa ia sadari, air mata kembali menetes dari matanya.
***
            Selama hampir satu minggu, Nicko tidak hadir ke sekolah dan selama itu pulalah Dira benar-benar kehilangan kontak dengan cowok itu. Dulu Dira sama sekali tidak pernah membayangkan jika kehilangan seseorang yang punya kesan khusus dalam hidupnya akan terasa sakit seperti itu. dulu, Dira pikir jika Nicko tiba-tiba lenyap dari dunia ini, ia pasti akan sangat bahagia. Namun, kini hanya tidak melakukan komunikasi saja rasanya ia adalah manusia paling menyedihkan di dunia.
            Melihat sikap Dira yang sama sekali tidak menunjukkan kemajuan, tentu saja membuat semua oang cemas. Sudah tidak terhitung lagi jumlah anak yang mengajukan diri sebagai tempat curhat. Namun, jawaban Dira selalu sama,” tidak ada apa-apa.” Guru-guru juga sudah banyak yang mengusulkan agar Dira pergi ke bimbingan konseling. Masalahnya gara-gara sikap Dira yang seperti itu nilainya menjadi menurun drastis. Namun, jawaban Dira juga selalu itu-itu saja, tidak pernah ada variasi lain.
            Senin pagi, seperti hari-harinya yang lain, dengan langkah gontai ia berjalan menuju kelasnya yang entah ada apa terdengar ramai dari luar. Ketika ia sudah sampai ke dalam, barulah ia tahu apa penyebanya. Nicko datang! Seketika itulah ia berusaha menahan air matanya agar tidak tumpah di sana. Pandangannya tidak pernah lepas dari wajah bahagia yang tidak pernah berhenti tersenyum kepada setiap anak yang mengajaknya bicara. Dalam hati Dira bersyukur karena Nicko sudah sehat kembali. Lama menatap wajah yang sangat dirindukannya itu, membuat Dira semakin tidak kuasa untuk menahan air matanya. Maka, sebelum air matanya benar-benar menetes di sana, ia segera berlari menuju tempat yang sepi. Tanpa ia sadari, jika mata Nicko selalu mengekor kemana ia pergi sampai batas maksimal daya akomodasi mata hitam itu menatap.
***
            Sudah hampir satu bulan Nicko beraktivitas seperti biasa dan selama hampir satu bulan itu pulalah Nicko dan Dira tidak berkomunikasi satu sama lain. Mereka memang tidak bertengkar seperti yang mereka biasa lakukan sebelum Nicko kehilangan ingatan. Namun, mereka juga tidak saling bicara. Mereka bertingkah selayaknya  orang yang tidak saling kenal. Akan tetapi, tanpa mereka ketahui, mereka saling memperhatikan satu sama lain.
            Suatu malam, Papa Dira meminta semua anggota keluarganya berkumpul setelah makan malam. Dira tidak tahu ada apa, tapi jika sudah begini, pasti ada sesuatu yang penting untuk papanya sampaikan.
“ Papa meminta kalian semua berkumpul di sini, karena ada yang ingin papa sampaikan.” Kata papanya sambil tersenyum. Di sebelahnya, Mama Dira sudah tersenyum lebar bahkan sejak Dira dan adiknya, Tere baru datang ke ruang keluarga.
“ Papa mendapatkan promosi di pekerjaannya!” seru Mama Dira yang tampak sangat bahagia. Tentu saja hal ini juga merupakan hal yang sangat membahagiakan dalam hidup Dira. Setelah saling mengucapkan selamat dan berpelukan atas keberhasilan itu, Papa Dira kembali meneruskan beritanya, yang membuat Dira terkejut.
“ Tapi, konsekuensinya kita akan pindah dari sini.” Jelas Papanya.
“ Pindah? Bagimana dengan sekolah Tere sama Kak Dira, Pa?” tanya Tere tampak lebih terkejut daripada berita pertama yang diutarakan papanya. Dirapun tak kalah terkejutnya.
“ Tentu saja sekolah kalian juga ikut pindah sayang. Maaf kita tidak membicarakan hal ini sebelumnya bersama kalian, tapi sebenarnya, surat kepindahan sekolah kalian sudah Mama urus. Besok kalian sudah tidak perlu masuk sekolah lagi.” Kata Mamanya.
“ Kenapa mendadak sekali sih Ma? Dira kan perlu pamitan sama temen-temen.” Ucap Dira yang saat mengatakannya pikirannya tertuju pada seseorang.
“ Mama sama Papa minta maaf, kalian kan bisa pamitan lewat telfon. lagian Mama janji, kalian tidak akan kecewa dengan sekolah baru kalian. “ ucap Mamanya antusias. Walaupun tidak terlalu setuju dengan kepindahan yang mendadak ini, tapi Dira tidak mau merusak kebahagiaan yang sedang dialami kedua orang tuanya saat itu.
***
            Setelah masuk kamar untuk membereskan barang-barangnya, Dira langsung menelfon Niken untuk berpamitan sekaligus memintanya untuk menyampaikan salam dan maaf kepada teman sekelasnya karena kabar ini memang sangat mendadak. Niken terdengar sangat terkejut, tapi ia juga tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah kepindahan Dira.
            Setelah selesai menelfon, Dira merebahkan dirinya di atas ranjang yang sebentar lagi akan ia tinggalkan. Ia memikirkan semua kejadian yang terjadi dalam hidupnya. Terlebih kejadian yang ia lewatkan bersama Nicko. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Dira mengambil kesimpulan bahwa mungkin ini adalah jalan yang digariskan Tuhan agar ia bisa memulai suatu hidup yang baru, yang bisa ia jalani tanpa kebohongan. Dira pun tersenyum tulus, untuk pertama kalinya setelah pengakuan dari kebohongan besar yang ia lakukan.
***
            “ Dira, tolong belikan selotip di minimarket sana dong. Kayaknya selotip yang udah Mama beli kurang deh. Pakai uang kamu dulu ya.” Teriak Mamanya sore itu. Saat itu, mereka semua sedang sibuk membereskan barang-barang yang akan mereka bawa pindahan ke rumah baru.
“ Iya Ma.” Sahut Dira. Iapun segera berangkat.
            Sepulangnya dari minimarket, Dira sengaja memilih untuk lewat taman karena di sanalah ia sering menghabiskan waktunya. Kini, setelah pindahan nantinya, ia rasa ia akan sangat merindukan tempat itu. Saat sedang menikmati pemandangan, tiba-tiba ada seorang anak kecil yang menabraknya. Merekapun terjatuh, namun anak kecil itu segera berlari meninggalkan Dira saat Dira hendak menolongnya. Saat membereskan selotip yang tercecer di tanah, Dira menemukan sebuah notes tergeletak di dekat ceceran selotip yang baru saja ia beli. Ia pun memungutnya dan hampir berteriak memanggil anak kecil yang baru saja menbraknya ketika ia menyadari bahwa itu adalah notes milik Nicko. Bagaimana bisa notes itu berada di sana, Dira tidak tahu.
            Keinginannya untuk membaca notes itu gagal karena begitu ia sampai di rumah, Papanya mengabarkan bahwa keberangkatan mereka dimajukan menjadi malam itu juga. Sehingga ia harus membantu orang tuanya mempersiapkan segala sesuatunya. Barulah 5 menit sebelum berangkat, Dira memiliki kesempatan untuk membaca isi notes itu.
            Pada halaman pertama dan halaman-halaman selanjutnya, Dira hanya menemukan tulisan namanya yang tercetak di sana. Ia tahu bahwa Nicko menuliskannya dengan perasaan benci, tapi entah kenapa Dira malah tersenyum karena teringat seluruh kejadian yang entah kenapa kini kejadian-kejadian itu malah terkesan konyol. Hanya di halaman terakhir Dira menemukan tulisan yang bukan namanya. Iapun membacanya dan langsung terkejut. Tanpa ia bisa bendung lagi, air matanya menetes.
Dira, aku bisa menuliskan namamu jutaan kali. Tapi kenapa aku tidak bisa mengatakannya? Pertama kali aku melihatmu, aku sudah mulai tertarik dengan segala sesuatu tentang kamu. Beragam cara aku lakukan agar aku bisa menarik perhatian kamu. Tapi, sepertinya aku salah ya? Apa yang aku lakukan tidaklah membuat kamu bisa melihat bahwa aku selalu di sini, memperhatikan kamu. Tapi malah membuat kamu semakin membenciku. Selama ini, aku menjaili kamu, membuat kamu marah, sebenarnya bukan karena aku benci sama kamu, tapi karena aku ingin menarik perhatian kamu. Itulah yang ingin aku katakan setiap aku ketemu sama kamu. Tapi, entahlah kenapa aku malah mengatakan hal lain. Aku tahu. Aku memang sangat bodoh. Hanya lewat tulisan aku bisa mengatakan segala hal yang aku rasakan tentang kamu. Bahwa aku sayang kamu, aku cinta kamu, aku bahagia bisa melihat kamu,dan bahkan aku senang kalau kamu marah sama aku. Karena itu tandanya kamu tahu kalau aku ini ada. Dira, aku benar-benar frustasi. Apa yang harus aku lakukan? Aku sanggup ngedrum hingga berjam-jam tanpa lelah, aku sanggup melaksanakan keinginan Papa untuk menjalankan bisnisnya walaupun aku tidak suka dan mendengar omelannya berhari-hari, tapi kenapa aku tidak sanggup mengatakan kalau aku cinta kamu, padahal itu tidak ada satu menit?                                                                                                                                                        Begitu selesai membacanya, Dira segera meraih ponselnya dan mencari nama orang yang menuliskan kata-kata itu di kontak ponselnya. Ia berlari keluar sembari terus mencarinya. Ia berharap kalau ia belum menghapusnya. Sialnya, di saat-saat seperti ini tangannya lambat sekali diajak untuk berkoordinasi. Tanpa ia sadari, kakinya menyandung undakan batu dan ponselnya jatuh ke dalam kolam. Dira yang sudah kalut langsung masuk ke dalam kolam untuk mengambilnya. Namun, sayangnya ponselnya mati begitu kemasukan air.
            Kedua orang tua dan adiknya yang keluar dari rumah heran melihat Dira yang basah sedang menangis sambil memegangi ponselnya yang mati. Mereka ingin sekali mendengarkan cerita yang Dira alami sehingga membuatnya menangis, tapi mereka tidak punya waktu lagi. Mereka harus segera berangkat jika tidak ingin ketinggalan pesawat. Walaupun basah dan walaupun menangis, Dira tetap masuk ke dalam mobil bersama keluarganya karena ia tidak punya pilihan lain. Sambil terus terisak, ia menggenggam ponselnya, berharap kalau ponsel itu berfungsi kembali walaupun itu tidak mungkin.
***
7 Tahun kemudian
            Dira melangkahkan kakinya ke dalam sebuah gedung pertemuan. Walaupun ia tidak genap bersekolah selama 3 tahun di SMAN 17 Jakarta, tapi ia tetap menerima undangan untuk menghadiri reunian angkatannya, sehingga ia jauh-jauh datang dari Kalimantan ke Jawa. Sebenarnya, alasan utamanya datang adalah ingin melihat orang itu. Walaupun ia tak banyak berharap karena setelah 7 tahun berselang, semuanya bisa saja berubah.
 Setelah kejadian rusaknya ponsel akibat masuk ke dalam kolam, sehingga hilangnya semua data yang tersimpan di sana, Dira menjadi kehilangan kontak dengan hampir seluruh temannya di Jawa. Ia sendiri heran, bagaimana bisa ia mendapatkan undangan reunian itu.
Setelah melepas rindu bersama teman-teman lamanya, Dira yang tidak melihat sosok yang ia cari-cari mulai merasa khawatir kalau orang itu tidak akan datang. Ia mulai menanyakan keputusannya yang datang jauh-jauh dari Kalimantan dan mengambil cuti di tengah kesibukannya bekerja, padahal apa yang ia cari tidak ada.
Barulah saat ia benar-benar putus asa, ia melihatnya. Ia memakai setelan jas yang rapi, tapi membawa stick drum. Wajahnya tidak banyak berubah. Hanya lebih dewasa, gagah, dan terkesan lebih cool dari terakhir Dira melihatnya. Ternyata ia bersama beberapa teman Dira yang lain membuat kejutan dengan menampilkan sebuah pertunjukan band dengan Nicko sebagai drummernya. Di saat yang lain bersorak sorai, Dira hanya bisa tersenyum. Jantungnya berdetak lebih keras lagi, tapi hatinya tenang. Saat melihat pemuda itu, Dira menjadi lupa kata-kata yang telah ia hafalkan seandainya ia bertemu dengan Nicko.
Begitu pertunjukan itu selesai, Dira sudah siap melangkah untuk menemuinya sekedar untuk menanyakan kabar. Namun, saat dilihatnya seorang perempuan cantik yang mengulurkan sapu tangan kepada Nicko, hati Dira menjadi sakit dan kecewa. Seharusnya ia sudah bisa memprediksi hal ini. Namun entah kenapa, hal itu masih membuatnya sakit. Saat itu juga, ia balik kanan dan pergi menuju pintu keluar tanpa menghiraukan siapapun lagi.
            Sambil menahan air matanya, Dira terus berjalan meninggalkan gedung itu.
“ Kenapa buru-buru?” tanya sebuah suara yang sudah ia kenal. Dirapun menoleh dan melihat Nicko yang berdiri tak jauh dari tempatnya sambil terengah-engah seperti habis berlarian.
“ Memangnya mau kemana?” tanya Nicko lagi sambil berjalan mendekat karena Dira tidak mengatakan apa-apa.
“ Mmm,” hanya itu yang bisa keluar dari mulut Dira saat itu.
“ Aku tidak dalam keadaan yang baik-baik saja, kalau kamu mau tahu kabarku.” Kata Nicko yang seakan-akan tahu pikiran Dira.
“ Kenapa? Apa kecelakaan dulu masih meninggalkan sakit?” tanya Dira polos. Nicko mengangguk.
“ Kamu benar. Semua orang bingung bagaimana menyembuhkannya.” Jawab Nicko dengan wajah serius.
“Apa tidak ada dokter yang mampu menyembuhkannya?” tanya Dira lagi. Nicko menggeleng.
“ Sebenarnya, aku tahu obatnya, tapi obat itu sangat sulit didapatkan. Tidak banyak orang yang bisa membantuku.”kata Nicko. Kini ekspresinya berubah menjadi sedih.
“ Memangnya di mana letak obat itu? Aku mau membantu jika aku bisa.” Kata Dira mulai khawatir dengan kesehatan Nicko.
“ Serius kamu mau membantu?” Tanya Nicko.
“ Ehem. Katakan saja dimana obatnya?” tanya Dira dengan polosnya. Nicko tersenyum.
“ Dia sekarang ada di depanku. Aku sakit jika tidak ada dia di sampingku. Tahu tidak, selama ini aku bingung mencarinya kemana-mana. Barulah beberapa bulan lalu aku aku mendaptkan letak pastinya. Tapi, seperti yang aku katakan tadi, obat ini sangat sulit didapatkan. Aku takut, kalau aku mendekat ia akan menjauh. Oleh karena itu, selama ini aku hanya bisa mengawasinya dari jauh.” Kata Nicko. Dira hanya bisa menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Nicko tersenyum lebar.
“ Aku merindukanmu, tahu tidak? Bagaimana mungkin kamu tega meninggalkanku tanpa mengatakan apapun? Bagaimana mungkin kamu bisa mengacuhkan pengakuanku lewat notes yang aku titipkan lewat anak kecil waktu itu?aku benar-benar tidak habis fikir. Setelah membuatku jatuh cinta, dan jatuh cinta lagi, kamu pergi begitu saja? Kenapa  kamu tega sekali sih?” mendengar pengakuan itu, Dira sudah tidak mampu lagi membendung air matanya. Seketika ia menangis di depan Nicko.
“ Maaf.”katanya di tengah isak tangisnya. Nicko menyeka air matanya sambil tersenyum.
“ Tidak semudah itu aku memaafkanmu. Terlebih atas kebohongan waktu itu. Ingat?” Dira terkejut. Ternyata Nicko memang tidak melupakan hal itu.
“ Jadi, apa yang harus aku lakukan agar kamu memaafkanku?” tanya Dira.
“ Jangan buat aku menunggu lagi, karena walaupun aku tidak keberatan akan hal itu, aku takut aku akan kehilangan kamu lagi. Oleh karena itu, jadilah wanita kokoh di belakangku, tetaplah di sisiku, agar aku bisa menjaga dan melindungimu.”kata Nicko lembut sambil tersenyum. Mau tak mau Dira pun ikut tersenyum. Ia sudah tidak memikirkan siapa wanita cantik yang ia lihat tadi dan apa hubungannya dengan Nicko karena ia tahu, bahwa Nicko berkat jujur. Ia mengangguk dan merasakan bahwa semua perasaan yang mengganjal di hatinya selama ini telah sirna. Kali ini, ia tidak akan melakukan kebohongan lagi mengenai apa yang ia rasakan.
TAMAT

1 komentar: